Membuat Strategi - Seri Business Performance Management (2)

Membuat Strategi: Kemanakah Kita Ingin Menuju?

Saat ini, bayangkan anda adalah seorang pelari jarak jauh dan sedang dalam proses pelatihan untuk event pertandingan yang akan datang. Sebagai persiapan, andaikan pelatih anda bilang kepada anda, “Saya belum tahu banyak mengenai pertandingan itu. Saya bahkan tidak yakin berapa jaraknya, tetapi saya pikir anda hanya perlu berlatih dan berlari sepanjang 8 jam sehari sampai dengan hari perlombaan tiba. Segala sesuatu nantinya harus berjalan pada waktunya.” Bila seorang pelatih berkata seperti itu, anda akan berpikir bahwa pelatih anda tersebut gila. Lebih jelasnya, untuk rencana pelatihan anda supaya masuk akal, anda perlu tahu perlombaan jenis apa yang akan anda ikuti (e.g., apakah marathon, setengah marathon, 10 mil) dan berapa waktu yang ingin anda targetkan (e.g., finish dengan masuk sebagai 5 besar dengan waktu 2 jam, 10 menit). Anda juga perlu tahu kekuatan dan kelemahan anda supaya bisa menentukan apakah tujuan yang ingin dicapai realistis dan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut (e.g., akan sulit dalam kecepatan akhir pada beberapa mil terakhir).

Anda akan terkejut dengan banyaknya perusahaan yang beroperasi mirip seperti pelatih tadi, terutama selama periode-periode yang menantang penuh dengan ketidakpastian. Refren yang sering muncul adalah seperti berikut, “menetapkan strategi dan mengembangkan rencana formal adalah hal yang terlalu lambat dan tidak fleksibel. Anda perlu aksi yang lebih tegas dan lebih selaras dengan karakter unik dengan jaman kami. Bila anda menghabiskan waktu untuk mendefinisikan tujuan anda, menetapkan prioritas, mengembangkan strategi, dan memanage hasil-hasilnya, orang akan mengalahkan anda di garis finish.” Namun demikian, tanpa tujuan dan sasaran, anda akan sulit mengevaluasi program-program aksi yang diambil. Tanpa prioritas tertentu, tidak akan bisa menentukan bagaimana mengalokasikan resources diantara berbagai alternatif yang dipilih. Tanpa perencanaan, tidak akan bisa menuntun berbagai tindakan yang diambil diantara berbagai alternatif tersebut. Tanpa analisis dan evaluasi, tidak bisa menentukan peluang mana yang berhasil dan yang gagal. Tujuan, sasaran, prioritas, perencanaan, dan berpikir kritis adalah bagian dari strategi yang tepat.

Strategic Planning 

Istilah strategi memiliki banyak definisi.  Rumitnya lagi, istilah tersebut seringkali dikombinasikan dengan berbagai istilah lain, seperti visi strategis (strategic vision) dan fokus strategis (strategic focus).  Tanpa peduli dengan perbedaan definisinya, semuanya adalah untuk menjawab pertanyaan “Kemanakah kita akan menuju di masa mendatang?”  Bagi kebanyakan perusahaan, jawaban atas pertanyaan ini diberikan dalam rencana strategis (strategic plan). Anda bisa memikirkan rencana strategis sebagai suatu peta, yang mendetilkan berbagai alternatif tindakan untuk menggerakkan perusahaan dari keadaan sekarang ke visi di masa mendatangnya.

Pada umumnya, berbagai rencana strategis dimulai dari puncak dan mulai dengan sudut pandang di lingkup enterprise (korporat). Dari situ, rencana strategis diturunkan dan dibuat untuk unit bisnis (business units) dan/atau unit fungsional) functional units.  Tugas-tugas berikut di bawah ini adalah hal yang sangat umum dalam proses perencanaan strategis, tanpa peduli di level manakah perencanaan tersebut dilakukan—di level enterprise (korporat), unit bisnis (business unit), atau unit fungsional (functional unit):
  1. Lakukan analisa situasi saat ini. analisa ini adalah untuk me-review situasi perusahaan saat ini (“Dimana kita saat ini”) dan menetapkan baseline, dan trend-trend utama, untuk performa finansial dan operasional.
  2. Tentukan horizon untuk perencanaan. Biasanya, organisasi membuat rencana secara tahunan, dengan horizon perencanaan antara 3 hingga 5 tahun. Sebagian besar, horizon waktu tersebut ditentukan oleh volatilitas dan prediktabilitas pasar, siklus hidup produk, size perusahaan, laju inovasi teknologi, dan intensitas modal industri. Semakin volatile (berubah-ubah),   semakin sulit untuk diprediksikan, semakin pendek siklus hidup produk, semakin kecil organisisasinya, semakin cepat laju inovasi teknologinya, dan semakin kecil intesitas modalnya, semakin pendek horizon perencanaannya.
  3. Lakukan pengecekan environment (lingkungan). Pengecekan environment adalah penilaian SWOT (Strengths. Weaknesses, Opportunities, and Threats) standard dari semua perusahaan. Ini berfungsi untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan customer kunci, pasar, kompetitor, pemerintah, demografi, stakeholder, dan faktor-faktor industri baik secara potensi dan aktualnya yang memberi pengaruh pada perusahaan.
  4. Identifikasikan critical success factors (CSF). Critical Success Factors (CSF) menggambarkan hal-hal yang harus menjadi unggul dari suatu perusahaan supaya berhasil di marketnya. Bagi perusahaan yang berfokus pada produk, kualitas produk dan inovasi produk adalah contoh dari CSF. Bagi penyedia barang murah seperti Wal-Mart, kemampuan distribusi  merupakan CSF.
  5. Lakukan analisa ‘gap’ (kesenjangan). Seperti halnya dengan pengecekan environment, analisa gap digunakan juga untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan kekuatan dan kelemahan internal dalam proses, struktur, dan teknologi dan aplikasi dalam suatu organisasi. Gap tersebut mencerminkan tentang strategi apa yang diperlukan dan apa yang sudah diberikan oleh organisasi.
  6. Buat visi strategis (strategic vision). Suatu visi strategis memberikan gambaran mental mengenai seperti apa wajah organisasi di masa mendatang—perubahan dalam produk atau marketnya. Biasanya, visi tersebut dituliskan dengan istilah fokus strategis (strategic focus) dan mengidentifikasi keadaan apa adanya dan keadaan yang diinginkan.
  7. Buat strategi bisnis (business strategy). Tantangan dalam tahap ini adalah menghasilkan strategi yang berdasarkan data dan informasi dari tahap-tahap sebelumnya dan konsisten dengan visi strategis.  Akal sehat mengatakan pada kita bahwa strategi perlu mengeksploitasi kekuatan-kekuatan  organisasi (strengths), memanfaatkan peluang-peluangnya (opportunities), mengatasi kelemahan-kelemahan (weaknesses), dan memberi respon terhadap ancaman-ancaman (threats). Perusahaan perlu memastikan bahwa strategi-nya tersebut secara internal konsisten, bahwa kultur organisasi selaras dengan strategi, dan bahwa modal dan resources juga tersedia untuk mengimplementasikan strategi tersebut.
  8. Identifikasi tujuan dan sasaran strategis (strategic objectives and goals). Rencana strategis (strategic plan) yang tidak bisa memberikan arahan yang jelas bagi proses perencanaan finansial dan operasional tidaklah lengkap.  Sebelum rencana operasional dan finansial ditetapkan, tujuan strategis (strategic objectives) harus ditentukan dan disaring menjadi sasaran dan target-target yang dirumuskan dengan baik. Suatu tujuan strategis (strategic objective) adalah suatu statement yang luas atau alternatif tindakan yang umum yang menggambarkan arah-arah yang ingin dituju bagi suatu organisasi. Sebelum tujuan strategis dihubungkan dengan rencana operasional dan rencana finansial, harus terlebih dahulu diubah menjadi sasaran atau target yang dirumuskan dengan baik. Sedangkan sasaran strategis (strategic goal) adalah kuantifikasi dari suatu tujuan (objective) untuk suatu periode waktu tertentu. Contohnya, bila suatu organisasi memiliki tujuan meningkatkan ROA (return on assets) atau meningkatkan profitabilitas secara keseluruhan, tujuan-tujuan (objectives) tersebut perlu diubah menjadi target-target  yang bisa dikuantifikasikan (misalnya, meningkatkan ROA dari 5 menjadi 15 persen atau meningkatkan margin profit dari 5 ke 7 persen) sebelum organisasi bisa memulai mendetilkan rencana-rencana operasional yang diperlukan untuk mencapai target-target tadi. Berbagai sasaran strategis dan target (strategic goals dan targets) memberikan pedoman pelaksanaan operasional dan memberikan progress yang bisa ditelusuri tarhadap tujuan-tujuannya secara keseluruhan.

Strategy Gap

Antara membuat suatu strategi jangka panjang dan mengeksekusinya adalah dua hal yang berbeda. Selama dua dekade lalu sejumlah survey menyoroti gap yang selalu terjadi antara rencana-rencana strategis (strategic plans) dan eksekusinya di banyak organisasi. Dari survei yang dilakukan oleh Monitor Group (Kaplan and Norton, 2008) terhadap para eksekutif senior dan dari Conference Board (2008) menunjukkan bahwa “eksekusi strategi” sebagai prioritas nomor 1 para eksekutif. Hal ini mirip dengan statistik dari Palladium Group (Norton, 2007) yang menyatakan bahwa 90 persen organisasi gagal megeksekusi strateginya dengan baik. Banyak alasan yang bervariasi terhadap “strategy gap” ini, namun banyak kajian yang menunjukkan dengan tepat satu dari empat alasan berikut:
  1. Komunikasi. Di banyak organisasi, hanya sebagian kecil karyawan saja yang paham mengenai strategi organisasi. Palladium Group (Norton, 2007) menunjukkan angka kurang dari 10 persen. Sebaliknya, adalah hal yang sulit, atau bahkan tidak mungkin, bagi para karyawan megambil keputusan dan tindakan yang selaras dengan rencana strategis bila mereka tidak pernah melihat atau mendengar  rencana strategis tersebut. Sebaliknya, bahkan bila rencana tersebut dikomunikasikan, strategi tersebut seringkali kurang ‘kejelasan’, sehingga tak seorangpun yakin apakah tindakannya sejalan atau menyimpang dari rencana strategis tadi.
  2. Keselarasan rewards dan insentif. Mengkaitkan antara upah terhadap kinerja adalah hal yang sangat penting supaya eksekusi berhasil. Namun demikian, rencana mengenai insentif seringkali dikaitkan dengan perolehan finansial jangka pendek, tidak dikaitkan dengan rencana strategis atau bahkan inisiatif strategis (strategic initiatives) yang diartikulasikan dalam rencana operasional. Memaksimalkan keuntungan jangka pendek akan mengakibatkan kurangnya pembuatan keputusan yang rasional.
  3. Fokus. Manajemen seringkali meluangkan waktu di bagian pinggir isu-isu utama dibandingkan dengan berkonsentrasi ke bagian-bagian inti itu sendiri. Berjam-jam bisa dihabiskan hanya untuk berdebat mengenai hal-hal tentang detil item suatu budget, dengan sedikit perhatian pada strategi, kaitan antara rencana finansial dengan strategi, atau asumsi-asumsi yang mendasari kaitan tersebut. Palladium Group (Norton, 2007) menunjukkan bahwa di banyak organisasi 85 persen para manajer menghabiskan waktu kurang dari 1 jam per bulan mendiskusikan mengenai strategi.
  4. Resources. Apabila inisiatif strategis tidak didanai dan diberikan resources dengan benar, kegagalan bisa dipastikan di depan mata. Palladium group (Norton, 2007) menemukan bahwa kurang dari 40 persen organisasi mengalokasikan budget mereka ke rencana strategis.
Artikel Terkait BPM:

No comments:

Post a Comment