Di Amerika beberapa waktu lalu sedang menghangat debat seru mengenai apa yang disebut 'Net Neutrality'. Belum selesai perdebatan ini, muncul kemudian perdebatan lain yang tidak kalah serunya, yaitu tentang 'Search Neutrality'.
Net Neutrality pada dasarnya adalah larangan bagi penyedia jaringan/ISP untuk memblokir, menurunkan content tertentu, termasuk juga mengatur prioritas saluran content di jaringan mereka.
Sedangkan Search Neutrality adalah istilah yang muncul setelahnya karena adanya kekuatan yang semakin mengkristal untuk mengusulkan bahwa 'search engine' perlu diatur atau diregulasikan.
Usulan untuk meregulasi search engine adalah karena semakin banyaknya kritik dan protes atas hasil-hasil ranking yang ditampilkan oleh Google dihalaman search engine-nya.
Menurut Google, engineer Google biasa mengubah formula dalam algoritmanya rata-rata satu hingga dua kali dalam sehari. Jadi dalam setahun Google mengubah formulanya ratusan kali.
Banyak pelaku bisnis online yang memprotes tindakan Google karena seringkali situs mereka hilang dari tampilan result pages di Google secara tiba-tiba.
Google menerapkan hasil pencarian yang berbasis auction terhadap keyword tertentu --artinya yang membayar mahal semakin mendapat ranking tampilan lebih atas--juga memunculkan transaksi yang berbahaya bagi pebisnis yang mengandalkan promosi berbasis situs online. Contohnya, sebuah bisnis travel berani membayar Google sebesar 70 miliar untuk menampilkan situsnya di ranking teratas sekaligus menendang pesaingnya dari tampilan Google Result Pages. Dalam hitungan menit Google bisa meruntuhkan bisnis Anda dengan transaksi semacam ini.
Seharusnya transaksi ini bisa dipantau oleh lembaga yang berwenang. Pendukung 'Search neutrality' mengusulkan bahwa harus ada lembaga yang bisa melihat algoritma Google untuk menjamin bahwa Google tidak memainkan upaya-upaya licik untuk menghantam bisnis seseorang atau perusahaan tertentu. Atau seharusnya ada ketentuan yang menjadi standard objektif terhadap perilaku hasil ranking di search engine. Adanya aturan dan pengawasan ini akan menjamin bahwa search engine tetap menampilkan hasil pencarian yang objektif.
Google sendiri menolak prinsip-prinsip 'search neutrality', karena perilaku search engine-nya akan dengan mudah diamati oleh pesaingnya seperti Yahoo dan Bing.
Bagi para pendukung 'Search neutrality' tujuannya adalah bahwa adanya penjagaan terhadap internet. Tidak boleh adanya suatu perusahaan yang bisa dengan semena-mena mengatur bisnis orang atau perusahaan lain. Dengan adanya komite yang mengawasi, Google tidak perlu meminta ijin untuk melakukan perubahan formula hasil ranking di seacrh engine setiap hari. Google juga tidak perlu mempublikasikan algoritma dan formula ke publik, karena para pemilik situs akan dengan mudah mengadaptasi terhdap formulanya. Yang terpenting adalah adanya semacam komite yang mengawasi dan menjaminan bahwa Google tidak memanipulasi ranking hasil pencarian.
Google vice president, Marissa Mayer menolak argument untuk 'search neutrality', dengan mencoba menjelaskan bahwa algoritma-algoritma Google adalah seperti kalkulasi labirin yang selalu berubah yang bertujuan untuk mendapatkan hasil terbaik terhadap query yang diinputkan. Mayer mengingatkan bahwa usaha untuk meregulasi search engines akan mengancam inovasi, kompetisi, dan lebih mendasar lagi adalah kemampuan user untuk meningkatkan kemampuannya menemukan informasi.
Mayer mengatakan bahwa seperempat queri yang diinputkan ke Google search engine adalah benar-benar baru, dan para engineer di Google secara konstan mengupdate jenis-jenis konten seperti audio-streams dan pesan-pesan di twitter. Para pendukung 'search neutrality' ingin mematikan sistem ini dengan mengenalkan serangkaian aturan ke pemerintah supaya hasil-hasil pencarian diregulasi untuk menjamin hasilnya fair dan neutral.
Post artikel terkait:
Post artikel terkait:
Comments
Post a Comment