Memastikan Keberhasilan Effort Knowledge Management - Seri Knowledge Management (8)

Memastikan Keberhasilan Effort Knowledge Management

Meskipun ada banyak cerita mengenai keberhasilan Knowledge Management (KM), tetapi ada banyak juga kisah kegagalannya. Mari kita coba lihat berbagai alasan dibalik keberhasilan dan kegagalannya.

Kisah-kisah Sukses Knowledge Management

Banyak organisasi bisa mendapatkan manfaat dengan mengimplementasikan strategi Knowledge Management (KM). Dari segi taktis, mereka bisa mendapatkan berbagai macam hal seperti berikut: 1) mengurangi hilangnya asset intelektual karena karyawan yang keluar dari organisasi; 2) mengurangi berbagai macam biaya karena menurunnya jumlah waktu yang diperlukan perusahaan yang secara berulang-ulang memecahkan masalah yang sama dan dengan mencapai skala ekonomi dengan mendapatkan informasi dari rekanan eksternal; 3) mengurangi redundancy berbagai aktivitas berbasis knowledge; 4) meningkatkan produktivitas karena penyediaan knowledge yang lebih cepat dan mudah; dan 5) meningkatkan kepuasan pelanggan karena meningkatnya pengembangan dan pemberdayaan individu. Dari semuanya itu alasan terbaik adalah adanya kebutuhan strategis untuk memperoleh keuntungan kompetitif di pasar.

Banyak faktor yang diperlukan untuk kesuksesan Knowledge Management (KM). Contohnya, Gold menjelaskan bagaimana infratruktur knowledge yang terdiri dari teknologi, struktur, dan kultur, dan juga arsitektur proses untuk mendapatkan knowledge, mengkonversinya, menerapkannya, dan memproteksinya, adalah syarat awal bagi Knowledge Management (KM) yang efektif. Situasi di dalam organisasi juga harus tepat supaya effort Knowledge Management (KM) berhasil.

Meskipun minat dalam Knowledge Management System (KMS) tetap besar, beberapa aplikasi stand-alone tetap masih ada. Dalam banyak hal, seperti dijelaskan sebelumnya, Knowledge Management System (KMS) diintegrasikan dengan sistem enterprise lainnya atau beberapa modulenya dihubungkan dengan ERP, BI, atau CRM. Lebih jauh lagi, hanya sedikit perusahaan saja yang memaintain knowledge-base nya secara terpisah-pisah. Mereka menyimpan knowledgenya dalam datawarehouse atau dalam knowledge-base dari aplikasi tertentu. Satu aplikasi stand-alone yang relative baru adalah expert location system.

Expert Location Systems

Perusahaan-perusahaan menyadari bahwa TI bisa dimanfaatkan untuk menemukan para pakar. Orang-orang yang memerlukan bantuan bisa mem-post problem mereka di intranet perusahaan dan meminta bantuan disana. Dengan cara yang sama, perusahaan-perusahaan bisa minta saran  mengenai bagaimana mengeksploitasi suatu peluang. IBM seringkali menggunakan metode ini. terkadang bisa didapatkan ratusan gagasan yang hebat hanya dalam beberapa hari saja. Ini semacam brainstorming. Problem semacam ini bisa saja memakan waktu berhari-hari untuk mendapatkan jawaban, bahkan bila jawabannya ada sekalipun, jawaban tersebut belum tentu berasal dari pakar yang benar-benar mumpuni. Karena itu, banyak perusahaan menerapkan ‘expert location systems’.

Expert Location Systems (ELS) adalah sistem komputer interaktif yang membantu karyawan menemukan dan menghubungkan para kolega yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk suatu problem tertentu—apakah mereka berada di lintas negara atau lintas ruang saja—untuk memecahkan problem bisnis yang kritikal dan spesifik hanya dalam beberapa detik saja. Software seperti ini dibuat oleh perusahaan seperti AskMe dan Tacit Knowledge Systems, Inc. Sistem tersebut bekerja dengan mencari-cari knowledge base baik untuk mencari jawaban atas suatu problem (bila memang jawabannya sudah ada di sistem) atau menunjukkan lokasi si pakar yang mumpuni. Prosesnya meliputi beberapa tahap berikut:
  1. Karyawan men-submit pertanyaan ke ELS (expert location system)
  2. Software mencari ke database untuk melihat apakah jawaban atas pertanyyan itu sudah ada. Jika ada, informasinya (misalnya, riset, reports, spreadsheets) disajikan ke karyawan tadi. Bila jawabannya tidak ada, software tersebut mencari dokumen-dokumen dan komunikasi-komunikasi atas seorang pakar yang sudah terarsip.
  3. Ketika seorang kandidat (pakar) yang mumpuni ditemukan, sistem menanyakan apakah dia bisa menjawab pertanyaan dari seorang temannya. Bila bisa, si pakar tersebut akan men-submit jawaban. Bila kandidat tersebut tidak bisa menjawab (mungkin saja dia sedang meeting atau tidak mau menjawab), orang tersebut bisa melewatkan pertanyaan tersebut. Pertanyaan tadi selanjutnya diarahkan ke kandidat berikutnya yang sesuai begitu seterusnya sampai dengan ada seorang pakar yang memberikan jawaban.
  4. Setelah dikirim, kemudian di-review keakuratannya dan dikirim kembali ke orang yang memerlukan. Pada waktu yang sama, jawaban itu juga ditambahkan ke database knowledge. Dengan begitu, bila ada pertanyaan serupa muncul lagi, tidak perlu lagi mencari bantuan secara realtime.
Pada era kini, salah satu pembeda yang paling menonjol bagi perusahaan-perusahaan yang berhasil adalah cara mereka dalam berhubungan dengan para pelangganya. Karena kompetisi meningkat, perusahaan-perusahaan akan mencari pembeda yang riil, yang akan membawa mereka ke tingkat layanan yang jauh lebih baik.

Pengukuran Terhadap Knowledge Management

Secara umum, perusahaan-perusahaan menggunakan salah satu dari dua pendekatan dalam mengukur atau menilai knowledge management, yaitu menggunakan pendekatan berbasis asset  atau menggunakan pendekatan yang menghubungkan knowledge ke berbagai manfaat bisnis dan penerapannya. Pendekatan yang pertama mulai dengan mengidentifikasi berbagai macam asset-asset intelektual dan kemudian memfokuskan perhatian management untuk meningkatkan valuenya. Varian yang lain adalah dengan balanced scorecard, dimana ukuran-ukuran finansial diseimbangkan dengan ukuran-ukuran tentang customer (pelanggan), proses, dan inovasi. Diantara berbagai macam metode terbaik yang banyak digunakan adalah pendekatan balanced scorecard, Skandia’s Navigator, Stern Stewart’s economic value added (EVA), M’Pherson’s inclusive valuation methodology, the return on management ratio, dan Levin’s knowledge-capital measure. Lunt (2001) pernah menjelaskan bagaimana rumah sakit Duke Children, Hilton, dan Borden meningkatkan kinerjanya diseluruh enterprise dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard, yang akhirnya berhasil membuat layanan pelanggan yang lebih baik.

Metode lainnya dalam mengukur value suatu knowledge adalah dengan menaksir harganya apabila dijual. Kebanyakan perusahaan enggan menjual knowledge kecuali bila bagi perusahaan-perusahaan yang memang bisnisnya adalah itu. Pada umumnya, knowledge perusahaan adalah asset yang memiliki value yang kompetitif, dan bila knowledge keluar dari perusahaan (karena karyawan keluar), maka perusahaan tersebut kehilangan kompetitif advantage-nya. Namun demikian, knowledge dan akses ke knowledge bisa di-harga-i dengan suatu nilai, sehingga bisa memiliki harga bagi perusahaan untuk menjualnya dan berbisnis knoweldge. Contoh, American Airlines’ Decision Technologies Corp. berkembang mulai dari satu tim analisa kecil pada tahun 1970. Pada walnya, tim tersebut dibuat untuk memecahkan problem-problem dan memberikan dukungan keputusan hanya untuk American Airlines saja. Setelah berkembang, kemudian menjadi korporasi independen di dalam AMR Corp., dan memulai memberikan layan konsultan bagi airlines yang lain, termasuk kompetitornya (American) sendiri. Banyak sekali perusahaan konsultan besar yang berbisnis dengan berjualan keahlian. Jadi usaha dalam membangun Knowledge Management (KM) yang mulai dari internal, berkembang menjadi suatu sistem yang sangat berharga yang bisa digunakan klien-klien. Jadi jelaslah, nahwa knowledge yang sama bisa dijual berulang-ulang.

Indikator-indikator keberhasilan yang terkait dengan Knowledge Management (KM) mirip dengan mengukur efektivitas berbagai proyek lain yang berkaitan dengan perubahan dalam bisnis. Indikator-indikator tersebut meliputi  pertumbuhan resources yang digunakan dalam proyek, pertumbuhan volume konten dan penggunaan knowledge, potensi bahwa proyek akan survive tanpa dukungan orang-orang tertentu, dan bukti bahwa ada balik modal dari sisi keuangan baik dari aktivitas KM itu sendiri atau dari keseluruhan perusahaan.

Ukuran-ukuran finansial untuk mengukur Knowledge Management

Meskipun ukuran-ukuran akuntansi tradisional kurang lengkap dalam mengukur Knowledge Management (KM), tetapi seringkali tetap digunakan untuk justifikasi dalam penyelenggaraan Knowledge Management (KM). ROI  menurut laporan berkisar mulai dari 20:1 untuk perusahaan-perusahaan kimia hingga ke 4:1 untuk perusahaan-perusahaan transportasi, dan rerata adalah 12:1, berdasarkan proyek-proyek KM yang melibatkan perusahan konsultan.

Untuk memudahkan mengukur dampak Knowledge Management (KM), para pakar merekomendasikan untuk memfokuskan proyek-proyek Knowledge Management (KM) pada problem-problem bisnis tertentu yang bisa dikuantifikasikan secara mudah. Ketika problem-problem dipecahkan, value dan manfaat sistem akan menjadi jelas.

Di perusahaan Royal Dutch/Shell, ROI didokumentasikan dengan jelas: perusahaan menginvestasikan $6 juta untuk KMS pada tahun 1999, dan dalam 2 tahun mendapatkan $235 juta karena pengurangan cost dan revenue baru. HP juga memberikan contoh lain sebagai bentuk kembalian dalam hal financial. Dalam 6 bulan setelah meluncurkan @HP company-wide portal pada bulan Oktober 2000, HP mendapatkan $50 juta kembalian atas investasi awal senilai $20 juta. Hal ini sebagian besar diakibatkan karena pengurangan volume panggilan telpon ke call center internal dank arena proses baru yang paperless.
Manfaat finansial bisa saja perceptual dan bukan sesuatu yang nyata, tetapi hal itu tidak perlu dicatat dengan tujuan supaya KMS dianggap berhasil.

Ukuran-ukuran non-finansial dalam mengukur Knowledge Management

Metode tradisional pengukuran finansial bisa saja gagal ketika mengukur nilai suatu Knowledge Management System (KMS), karena metode-metode tersebut tidak mempertimbangkan modal intelektual sebagai asset. Karena itu, perlu dikembangkan prosedur untuk menilai asset-asset organisasi yang intangible dan menyatukan berbagai model dari modal intelektual yang kemudian dengan suatu cara mengkuantifikasi inovasi dan pengembangan dan implementasi berbagai kompetensi inti.

Ketika menilai hal-hal yang intangible, ada sejumlah cara baru untuk melihat capital/modal. Di masa lalu, hanya kemauan baik dari pelanggan yang dianggap sebagai asset. Saat ini hal-hal berikut ini juga dilihat sebagai asset:
  • External relationship capital (modal hubungan eksternal). Ini adalah mengukur bagaimana organisasi berhubungan dengan partner-partnernya, supplier, pelanggan, dan para pembuat regulasi.
  • Structural capital (modal struktur). Jenis modal ini lebih berdasarkan sistem dan proses kerja yang mendongkrak competitiveness, seperti sistem informasi.
  • Human capital (modal sumberdaya manusia). Manusia memiliki kemampuan individu, knowledge, keahlian, dst.
  • Environment capital (modal suasana/lingkungan). Ini adalah value hubungan dengan suasana/lingkungan di dalam perusahaan.

Contoh, prakarsa Knowledge Management (KM) yang dijalankan Partners HealthCare System, Inc., belum menghasilkan manfaat finansial yang bisa dikuantifikasikan, tetapi sudah meningkatkan social capital (modal social) nya secara signifikan. KMS yang diimplementasikan Partners bagi para dokter telah mengurangi sejumlah kesalahan pengobatan hingga 55 persen di beberapa rumah sakit pendidikan yang paling prestisius di Boston. Mengukur ROI atas sistem seperti itu sangatlah sulit, dan itu kenapa hanya sebagian kecil dari bagian rumah sakit-rumah sakit itu yang menggukan sistem serupa. Meskipun  Partners tidak bisa menentukan bagaimana sistem berpengaruh pada aspek financial, mereka bersedia menyuguhkan argumen atas cost berdasarkan pada manfaat sistem terhadap orang-orang disekelilingnya atau penggunanya.

Kegagalan-kegagalan dalam Knowledge Management

Tidak ada sistem yang sempurna. Ada banayak sekali kasus mengenai kegagalan Knowledge Management System (KMS). Perkiraan angka kegagalan Knowledge Management (KM) berkisar antara 50 hinga 70 persen. Yang dimakseud dengan kegagalan adalah dimana semua tujuan-tujuan utama tidak bisa dicapai melalui effort yang sudah ditempuh. Kegagalan Knowledge Management (KM) pada umumnya terjadi karena usaha dalam menjalankan Knowledge Management (KM) sangat bergantung pada teknologi dan sama sekali tidak mengarah pada apakah sistem yang diusulkan akan memenuhi kebutuhan dan tujuan organisasi dan individu-individu di dalamnya. Hal lain yang merupakan penyebab kegagalan adalah kurangnya komitmen (ini terjadi pada organisasi pelobi konstituen Washington D.C) dan kegagalan dalam memberikan insentif yang tepat bagi orang-orang yang menggunakan sistem tersebut. Malapetaka 11 september 2001 bisa saja telah dihindari atau berkurang; karena itu, di USA, Department of Homeland Security membuat usaha besar-besaran untuk mengintegrasikan semua sumber knowledge.

Proyek Knowledge Management (KM) adalah salah satu usaha keras yang paling berisiko di dalam organisasi. Keberhasilan dalam Knowledge Management (KM) tidak hanya memerlukan TI yang mutakhir tetapi juga memerlukan kultur yang tepat dalam berbagi knowledge. Meskipun keberhasilan proyek-proyek tersebut membawa perbaikan yang sangat positif, kegagalannya pun bisa juga sangat merusak.

Faktor-faktor penyebabkan keberhasilan dalam Knowledge Management

Untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan dalam proyek-proyek Knowledge Management (KM), perusahaan harus meninjau terlebih dahulu apakah ada kebutuhan strategis untuk Knowledge Management (KM) di tempat teratas. Langlah berikutnya adalah menentukan apakah proses yang saat ini berkaitan dengan knowledge organisasi sudah memadai dan apakah kultur organisasi sudah siap dengan adanya beberapa perubahan prosedur. Hanya bila hal-hal ini sudah beres, perusahaan seharusnya baru mempertimbangkan infrastruktur teknologi dan memutuskan apakah sistem baru diperlukan. Bila solusi teknologi yang tepat sudah dipilih, kemudian menjadi perlu untuk mensosialisasikan ke seluruh organisasi dan mendapatkan partisipasi semua karyawan. Sangatlah penting untuk tidak terlalu menggantungkan pada teknologi supaya berhasil. Pada umumnya, effort Knowledge Management (KM) hanya melibatkan teknologi sekitar 10 hingga 20 persen saja. Sisanya adalah effort organisasi.

Faktor-faktor utama yang menyebabkan keberhasilan proyek Knowledge Management (KM) meliputi hal-hal berikut:
  • Keterkaitan dengan nilai ekonomi perusahaan, menunjukkan kelayakan dan menjaga dukungan para eksekutif
  • Infrastruktur organisasi dan teknis yang akan dibangun
  • Struktur knowledge yang fleksibel supaya sesuai dengan cara organisasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan dan penggunaan knowledge. Biasanya, kultur organisasi harus berubah supaya secara efketif menciptakan suasana/lingkungan untuk saling berbagi knowledge.
  • Kultur yang ramah knowledge yang menyebabkan dukungan para pengguna
  • Bahasa dan maksud yang jelas, untuk mendorong para pengguna tertarik terhadap sistem. Terkadang penerapan knowledge yang sederhana dan bermanfaat perlu diimplementasikan pertama kali.
  • Perubahan dalam praktik-praktik pekerjaan yang lebih memotivasi, supaya menciptakan kultur berbagi
  • Multiple channel dalam berbagi dan transfer knowledge, karena individu-individu memiliki cara-cara yang berbeda dalam bekerja dan berekspresi. Sarana multiple channel akan saling memperkuat satu sama lain. Transfer knowledge seharusnya bisa dicapai dengan mudah dan tidak kentara.
  • Tingkat orientasi proses dalam membuat effort Knowledge Management (KM) bermanfaat. Dengan kata lain, metode pekerjaan yang baru dan sudah diperbaiki/ditingkatkan bisa dikembangkan.
  • Metode-metode yang penuh motivasi, seperti pemberian reward dan pengakuan, bisa mendorong pengguna dalam memberikan dan menggunakan knowledge
  • Dukungan management senior sangatlah penting untuk memulai proyek, memberikan berbagai sumberdaya, membantu mengidentifikasi knowledge-knowledge yang penting yang menjadi acuan organisasi, dan mensosialisasikan proyek.
Proses belajar dan berbagi knowledge yang efektif dalam organisasi memerlukan perubahan kultur dalam organisasi, praktik-praktik managerial yang baru, komitmen management senior, dan dukungan teknologi. Kultur organisasi harus berubah ke kultur berbagi. Hal ini harus ditangani dengan kepemimpinan yang kuat dari pimpinan puncak dan dengan memberikan berbagai macam tool-tool Knowledge Management (KM) yang benar-benar membuat pekerjaan karyawan lebih baik. Seiring dengan berjalannya proses mendorong penggunaan sistem dan berbagi knowledge, karyawan juga harus dimotivasi secara tepat untuk memnyumbangkan knowledgenya. Mekanisme untuk melakukan hal tersebut harus menjadi bagian dari pekerjaannya, dan gaji mereka harus sesuai. Karyawan harus dimotivasi untuk menggunakan knowledge dalam KMS. Sekali lagi, hal ini seharusnya menjadi bagian dari pekerjaan dan struktur reward mereka.

Karena semakin banyak perusahaan mengembangkan kemampuan Knowledge Management (KM), beberapa aturan dasar harus semakin jelas. Keberhasilan bergantung pada logika strategi yang jelas dalam berbagi knowledge, pilihan infrastruktur yang tepat (teknis dan non teknis), dan pendekatan implementasi yang mengarah pada hambatan-hambatan yang pada umumnya terjadi seperti: motivasi untuk berbagi knowledge, berbagai sumberdaya untuk mengambil dan menyatukan pembelajaran organisasi, dan kemampuan untuk mengarahkan jaringan knowledge ke orang dan data yang tepat.

Kelemahan yang mungkin muncul dalam Knowledge Management System

Meskipun memanage knowledge memiliki banyak hasil positif, tetapi adalah hal yang picik apabila kita tidak mempertimbangkan hasil-hasil negatif yang terkait dengan penggunaan knowledge yang berulang-ulang. Henfridsson and Soderholm (2000) menganalisa situasi yang dihadapi (perusahaan) Mrs. Fields Gifts. Mrs. Fields tumbuh sangat cepat dan sukses selama awal 1980an. Kunci strategi organisasinya adalah dengan memberikan secara langsung semua keahlian dari pusat ke semua took cabang. Karena sejumlah toko meningkat dengan baik, satu-satunya cara untuk mendapatkan kendali secara langsung adalah dengan penggunaan sistem informasi untuk menirukan proses pengambilan keputusan. Semua sistem yang ditempatkan di setiap toko akan menginput data (misalkan, temperature, hari, tanggal); sistem kemudian memprosesnya dan menghasilkan instruksi-instruksi ke manager toko, misalkan, berapa kue yang harus dipanggang setiap jamnya. Pada dasarnya, software yang disediakan untuk manager di setiap toko disertai dengan petunjuk-petunjuk untuk melakukan perencanaan produksi setiap harinya, penjualan, dan penjadwalan para pekerja,  pemesanan dan control persediaan. Karena sistem computer yang berjalan dengan baik, yang pada dasarnya adalah sistem yang didesain untuk membuat tacit knowledge perusahaan bisa tersedia di semua toko, Mrs. Fields bisa menjalankannya dengan baik hanya dengan sedikit level manager saja. Namun demikian, Mrs. Fields sangatlah lambat dalam merespon pasar katika pasar mulai berubah dan konsumen mulai menjalankan gaya hidup sehat (health conscious). Dengan menanamkan knowledge yang sangat banyak ke dalam sistem yang tidak mampu beradaptasi, organisasi mengikatkan dirinya sendiri ke suatu cara tertentu dalam melakukan pekerjaan dan tidak berhasil dalam melaksanakan knowledge creation (yaitu gagal dalam mengambil tanda-tanda  yang terjadi yang mungkin sudah memberikan saran-saran perubahan strategi atau focus terhadap produk). Menjelang awal 1990an, perusahaan akhirnya jatuh bangkrut. Situasi pada Mrs. Fields menggambarkan bahwa organisasi mungkin saja keuntungan yang sangat signifikan dalam jangka pendek melalui KMS, tetapi mereka tidak boleh mengabaikan proses kreatif dalam penciptaan knowledge baru, jangan sampai kita menerapkan solusi ‘hari kemarin’ untuk problem-problem ‘hari esok’.

Penutup

Selama ber-milenium-milenium, kita sudah tahu tentang pemanfaatan knowledge dan bagaimana menyimpan dan menggunakannya kembali. Organisasi yang ‘cerdas’ sadar bahwa knowledge adalah asset intelektual, barangkali satu-satunya asset yang selalu tumbuh seiring berjalannya waktu, dan, ketika dimanfaatkan dengan efektif, bisa menopang kompetisi dan inovasi. Organisasi bisa memanfaatkan TI dalam melaksanakan Knowledge Management (KM). dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya intelektual dalam organisasi bisa menhasilkan dampak finansial yang sangat besar.

Dengan Knowledge Management (KM), definisinya jelas, konsepnya jelas, metodologynya jelas, tantangan-tantangannya jelas dan dapat diatasi, manfaat-manfaatnya jelas dan mungkin sangat penting, dan tool-tool dan teknologi—meskipun tidak lengkap dan agak mahal—tetap bisa berjalan terus. Hal-hal kunci adalah mengenai kultur organisasi, dukungan para eksekutif, dan bagaimana ukuran keberhasilannya. Hal-hal yang terkait teknologi tidaklah terlalu penting dibandingkan dengan hal-hal tersebut. Knowledge Management (KM) bukanlah sekedar keisengan management belaka. Knowledge Management (KM) adalah paradigm baru mengenai bagaimana kita bekerja.


Baca juga review singkat artikel ini di: Review tentang Memastikan Keberhasilan Effort Knowledge Management

Daftar link seri Knowledge Management:

No comments:

Post a Comment