Pengawasan Kinerja - Seri Business Performance Management (4)

Monitor: Bagaimana kita menjalankan kinerja?

Ketika rencana operasional dan rencana-rencana keuangan dijalankan, maka adalah suatu keharusan bahwa kinerja organisasi selalu di-monitor. Suatu framework komplit yang digunakan untuk memonitor kinerja tersebut seharusnya menjawab dua hal utama: apa yang harus dimonitor dan bagaimana memonitornya. Karena tentu saja tidak mungkin untuk melihat ke segala hal, maka organisasi perlu hanya berfokus untuk memonitor pada hal-hal tertentu saja. Setelah organisasi mengetahui indikator-indikator dan ukuran-ukuran untuk dimonitor, maka yang diperlukan adalah membuat strategi untuk memonitor faktor-faktor tersebut dan meresponnya dengan efektif.

Nanti dalam seri-seri berikutnya kita akan menguji secara detil mengenai bagaimana menentukan apa yang seharusnya diukur oleh sistem BPM (Business Performance Management).  Untuk sementara ini, kita cukup catat saja bahwa si “what” pada umumnya didefinisikan oleh CSF dan tujuan-tujuan dan target-target yang ditetapkan dalam proses perencanaan strategis (strategic planning). Contohnya, bila produsen pabrik peralatan sudah menetapkan tujuan strategis tertentu yaitu dengan meningkatkan profit margin secara keseluruhan terhadap produk-produknya sebesar 5% pertahun selama 3 tahun, maka dengan begitu organisasi perlu memonitor profit margin pertahun untuk megetahui apakah trending-nya mengarah ke angka tahunan yang ditargetkan tadi sebesar  5%. Dengan nada yang sama, misalnya bila perusahaan berencana untuk mengenalkan produk baru setiap kwartal selama dua tahun berikutnya, organisasi perlu memonitor pengenalan produk baru tersebut selama periode waktu yang ditentukan.

Sistem kontrol diagnostik

Banyak perusahaan menggunakan apa yang disebut dengan sistem kontrol diagnostik (Diagnostic Control Systems) untuk memonitor kinerja organisasi dan mengoreksi penyimpangan dari standard kinerja saat ini. Ini adalah praktik yang benar terutama bagi organisasi-organisasi yang tidak mempunyai sistem atau proses BPM yang formal. Sistem kontrol diagnostik (Diagnostic Control System) adalah sistem sibernetika (cybernetic system), yang artinya bahwa dia memiliki input, proses yang mengubah input menjadi output, standard atau benchmark yang akan membandingkan terhadap output, dan sistem umpan balik (feedback) yang akan mengirimkan perbedaan antara output dan standard yang ditentukan supaya dikomunikasikan dan diambil tindakan. Sebenarnya sistem informasi apapun bisa dipakai untuk sistem kontrol diagnostik bila hal itu memungkinkan untuk 1) menetapkan tujuan di depan, 2) mengukur output, 3) menghitung perbedaan/selilsih kinerja relative atau absolute, dan 4) menggunakan informasi tentang perbedaan/selisih tersebut sebagai feedback untuk mengubah input dan/atau proses untuk membawa kembali kinerja sesuai dengan tujuan dan standardnya yang ada.  Elemen-elemen utama dalam sistem kontrol diagnostik digambarkan dalam gambar dibawah ini.

Balanced scorecards, performance dashboards, project monitoring systems, human resources systems, dan financial reporting systems semuanya adalah contoh-contoh sistem yang bisa diterapkan sebagai sistem diagnostik.
Sistem kontrol diagnostik yang efektif akan mendorong gaya management by exception (berfokus menemukan kesalahan dan memperbaikinya).  Manager tidak lagi secara terus-menerus memonitor proses internal dan nilai-nilai target dan kemudian membandingkan hasil aktual terhadap hasil yang direncanakan, tetapi secara periodik menerima laporan terjadinya kesalahan/penyimpangan. Berbagai hasil pengukuran yang sudah sesuai dengan yang diharapkan tidak terlalu diperhatikan lagi. Namun demikian, bila ada penyimpangan besar yang  ditemukan, barulah kemudian manajer perlu meluangkan waktu dan perhatian untuk menyelidiki sebab-sebab penyimpangan dan memulai tindakan pemulihan yang tepat.

Jebakan dalam analisa simpangan

Di banyak organisasi, kebanyakan analisa terhadap simpangan berfokus pada simpangan-simpangan negatif ketika departemen atau kelompok fungsional gagal dalam memenuhi target mereka.  Jarang sekali simpangan/perbedaan yang positif di-review  untuk menemukan peluang-peluang potensial, dan jarang sekali analisa berfokus pada asumsi-asumsi yang mendasari pola-pola simpangan. Anggap saja, untuk sementara ini, ada dua jalur seperti dalam gambar dibawah ini.


Dalam gambar tersebut, garis putus-putus dari A ke B adalah hasil yang direncanakan atau ditargetkan selama periode waktu tertentu. Dengan menyadari adanya berbagai penyimpangan kecil dari rencana, kita mungkin mengharapkan bahwa hasil aktualnya menyimpang sedikit dari hasil yang ditargetkan. Bila penyimpangannya lebih besar dari yang diharapkan, hal ini biasanya dilihat sebagai kesalahan operasional yang perlu segera diperbaiki. Pada titik ini, manajer biasanya meminta para karyawan untuk  melakukan upaya apa saja untuk mengembalikan rencana-rencana  kembali ke jalan yang benar. Bila pendapatan di bawah perencanaan, mereka diminta untuk menjual lebih giat. Bila biaya melebih perencanaan, mereka diminta untuk menghentikan pembelanjaan.

Namun demikian, apa yang akan terjadi bila berbagai asumsi-asumsi strategis kita—dan bukan level operational—yang salah? Bagaimana bila organisasi perlu mengubah arah strategi ke titik C daripada melanjutkan dengan rencana awal?  Apapun sistem kontrol diagnostik yang sedang digunakan tentu perlu melacak berbagai asumsi yang menjadi dasarnya, hubungan sebab akibat, dan keseluruhan validitas dari strategi yang diinginkan. Anggap saja. Misalnya, strategi pertumbuhan yang berfokus pada pemunculan dan mengenalkan produk baru. Strategi semacam ini biasanya didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai demand di pasar atau ketersediaan suku cadang dari supplier tertentu. Ketika strategi dijalankan, manajemen perlu memonitor tidak hanya pendapatan dan biaya yang terkait dengan produk baru tersebut tetapi juga simpangan-simpangan yang terjadi dengan demand di pasar atau ketersediaan suku cadang atau asumsi-asumsi penting lainnya. 

No comments:

Post a Comment