Suatu pemikiran yang sederhana, bahwa sebuah perusahaan hanya akan bersedia untuk mengeluarkan uang pada TI (Teknologi Informasi) yang secara langsung mendukung strategi bisnis dan efektivitas operasional mereka, dan tidak akan mengeluarkan uang untuk TI yang tidak mendukung hal tersebut. Tim manajemen seharusnya dapat mengendalikan anggaran dan investasi TI, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan dampak TI pada bottom-line perusahaan, dengan secara konsisten dan terus-menerus menseleksi investasi TI-nya yang terbaik, dan meningkatkan kinerja kegiatan TI yang ada.
Hasil dan Keputusan Yang Tepat
Hasil yang tepat, artinya adalah bahwa manajemen harus dapat mengendalikan biaya TI dan pada saat yang sama juga meningkatkan dampak bottom-line. Hasil yang tepat akan dihasilkan dari keputusan yang tepat. Jadi keputusan yang tepat akan menyebabkan tindakan manajemen yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil yang tepat.
- Membuat alternatif investasi yang lebih baik atau, dalam istilah TI, menciptakan ide-ide yang lebih baik untuk berbagai proyek development.
- Memilih investasi dan proyek yang tepat dari berbagai macam alternatif.
- Menghilangkan berbagai macam sumber daya TI yang bermasalah dan berkinerja buruk yang menguras pengeluaran saat ini.
- Meningkatkan kinerja sumber daya TI yang lain
- Mengimplementasikan dan menindaklanjuti investasi yang sudah tepat dan memperbaiki kinerjanya.
Mengendalikan biaya TI dan meningkatkan dampak bottom-line berjalan secara bersama-sama. Dengan proyek-proyek baru memungkinkan bisnis untuk meningkatkan produk-produknya, layanannya, dan kualitasnya, meningkatkan dampak pada bottom line perusahaan yang lebih tinggi dan pada saat yang sama mengurangi biaya operasi. Ketika manajemen berfokus pada pengendalian biaya operasional yang sedang berlangsung, biaya keseluruhan mungkin menurun. Kombinasi tersebut memungkinkan perusahaan untuk bergerak dari posisi biaya dan bottom-line hari ini ke masa depan yaitu biaya yang terkendali dan meningkatkan dampak posisi bottom-line. Untuk mencapai hal ini, para eksekutif bisnis dan manajer TI menyusun keseimbangan baru untuk investasi IT dengan penilaian yang berkelanjutan pada kinerja berbagai sumber daya TI. Dari perspektif manajemen TI, semua ini merupakan sumber daya yang harus dikelola secara efektif. Dengan bekerja sama (antara orang-orang bisnis dan TI), tujuan mengontrol biaya TI dan meningkatkan dampak bottom-line dapat direalisasikan .
Tujuan dari semua itu adalah seperti digambarkan dalam exhibit 1.1 perusahaan dapat bekerja ke arah goal di Improvement Zona TI dengan selalu mengevaluasi dan memperbaiki dampak proyek baru maupun biaya operasionalnya.
Realita Situasi Perusahaan Saat Ini
Perusahaan menghabiskan sedikitnya 2% dan sebanyak 10% sampai 15% dari pendapatannya untuk TI, termasuk biaya operasional serta investasi proyek baru untuk development dan enhancement. Singkatnya, kita sebut saja yang pertama dengan anggaran " light on" atau anggaran operasional IT, dan yang kedua, adalah anggaran "proyek" TI yang baru/development atau anggaran investasi. Sebagian besar belanja terhubung ke biaya operasional yang sedang berlangsung, seringkali sekitar 70% atau 80% dari total biaya TI. Jadi sangatlah penting untuk mengendalikan kedua jenis biaya tersebut dalam perusahaan.
Secara historis, eksekutif perusahaan telah menghabiskan banyak waktu mengevaluasi dan memprioritaskan pada investasi proyek-proyek TI yang baru. Manajemen menghabiskan cukup banyak energi untuk memprioritaskan dan berurusan dengan pemilihan proyek tersebut. Namun, upaya ini hanya berlaku untuk mungkin 20% atau 30% dari pengeluaran TI secara keseluruhan. Yang lainnya 70% atau 80%, yaitu anggaran lights-on, jauh lebih besar tetapi hampir tidak menarik perhatian dari manajemen. Dalam banyak hal, anggaran lights-on adalah seperti kotak hitam tanpa visibilitas kepada manajemen.
Ada suatu mentalitas yang cenderung berlaku untuk anggaran lights-on, di mana setiap manajer bisnis memperkirakan bahwa sistem informasi yang ada sekarang akan dilanjutkan dengan level saat ini atau meningkat, dan CIO cenderung berharap bahwa anggaran dasar untuk saat ini, termasuk infrastruktur, akan terus pada level saat ini atau meningkat.
Akibatnya, alih-alih mengejar tujuan yang benar yaitu mengurangi biaya dan meningkatkan dampak bottom-line, manajer berfokus pada satu atau yang lainnya. Hal ini menyebabkan salah satu dari beberapa skenario yang tidak menguntungkan, seperti yang ditunjukkan pada Exhibit 1.2, berikut:
- Biaya lights-on yang rendah dan mengurangi dampak bottom-line, di mana perusahaan fokus hanya pada pengurangan biaya, tanpa mempertimbangkan dampak spesifik pengurangan biaya yang telah dikontribusi TI ke bottom-line. Outsourcing adalah salah satu ciri-khas pengaturan yang cocok skenario ini .
- Biaya lights-on yang lebih tinggi dan dikombinasi dengan tidak ada perbaikan dalam dampak bottom-line. Ini adalah situasi di mana manajer menganggap bahwa anggaran lights-on secara teratur akan meningkat dan proyek-proyek baru yang dipilih yang tidak menghasilkan cukup dampak bottom-line untuk mengatasi peningkatan biaya. Perusahaan yang mengandalkan metode anggaran tradisional dan business-case tradisional sering mengalami ini.
- Biaya lights-on yang lebih tinggi dan dampak bottom-line yang lebih tinggi. Skenario ini umumnya terjadi di mana kondisi bisnis membaik atau di mana bisnis tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan bisnis akan cenderung mengaburkan fakta bahwa manajemen akan mengawasi biaya proyek dan lights-on dan membuat hasil tersebut bahkan lebih baik, dan mungkin bahkan bergerak skenario ke sweet spot yaitu biaya yang rendah dan dampak bottom-line yang lebih tinggi. Dalam masa pertumbuhan yang cepat, biaya yang lebih tinggi mungkin tidak dapat dihindari, tetapi tidak harus tidak terkendali atau tidak masuk akal.
Pengelolaan Biaya TI
Menjadi jelas bagi TI bahwa untuk mendapatkan keputusan/hasil yang tepat berarti berkaitan dengan kedua jenis biaya TI dan dampak TI pada bottom line. Tentu saja, jika kita mengurangi biaya TI, maka sebagian dari pengurangan biaya akan menurunkan dampak bottom-line. Tapi itu bukan apa yang dimaksudkan ketika kita berbicara tentang IT akan berdampak pada bottom line. Dampak bottom-line, baik jangka pendek maupun jangka panjang, berasal dari pengurangan biaya, peningkatan kualitas, dsb yang didorong oleh IT di dalam perusahaan, dan memastikan bahwa dampak IT ini mengalir sampai ke bottom-line.
Seiring waktu, tim manajemen akan dapat secara dramatis memperbaiki baik biaya dan dampak bottom-line. Untuk mencapai hal ini, diusulkan tiga tujuan yang mungkin bisa dicapai oleh perusahaan, yang ditampilkan dalam Exhibit 1.3, tergantung pada keadaan perusahaan saat ini:
- Tujuan mengurangi biaya - Dengan menerapkan kerangka kerja dan lima praktek manajemen (dalam NIE - New Information Economics), manajemen perusahaan dapat mengurangi biaya TI dan mempertahankan kontribusi yang dihasilkan TI ke bottom-line. TI dapat melakukan aktivitas dengan sama baiknya seperti sebelumnya, tapi dengan biaya yang berkurang. [Baca juga: Lima Praktek New Information Econonics (NIE / Ekonomi Informasi Baru)]
- Tujuan biaya stabil - Perusahaan dapat terus tumbuh menggunakan TI dan menjaga pertumbuhan bisnis, namun mengontrol keseluruhan pengeluaran TI. TI dapat meningkatkan dukungannya terhadap bisnis dan dampaknya terhadap bottom-line, tapi pada tingkat biaya saat ini.
- Tujuan " Sweet Spot ", tujuan ini menggabungkan pengurangan biaya dengan dampak pada bottom-line yang lebih baik. TI bisa bersamaan menurunkan biaya dan juga meningkatkan kinerjanya dalam hal dampak pada bottom-line.
Tujuan "Pertumbuhan yang tinggi" yang ke-empat (seperti yang disebutkan sebelumnya di atas) mungkin berlaku untuk perusahaan yang mengalami perubahan dan/atau pertumbuhan yang cepat. Dalam hal ini, biaya TI yang lebih tinggi, meskipun tetap terkontrol, dibenarkan karena biaya yang tinggi tersebut menghasilkan dampak bottom-line yang bahkan lebih besar. Bahkan dalam kasus ini, kita juga masih dapat mengurangi biaya keseluruhan yang meningkat, sehingga meningkatkan dampak bottom-line lebih jauh lagi.
Rantai Nilai Strategi-ke-Bottom-Line
Apa yang dibutuhkan untuk mengendalikan biaya TI dan menghasilkan dampak bottom-line yang lebih tinggi ? Mudah, hanya perlu proses perencanaan yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, anggaran dan rencana yang dapat dijalankan. Kita membutuhkan semua itu untuk bekerja sama secara konsisten. Tetapi perusahaan-perusahaan sudah melakukan hal ini, begitu mungkin yang dikatakan para manajer. Dari tahun ke tahun, mereka mengatur anggaran untuk operasional yang sedang berlangsung dan berinvestasi dalam proyek-proyek atau inisiatif untuk mengubah atau menambahkan sesuatu ke bisnis. Manajer kemudian berharap bahwa anggaran baru akan mendukung kinerja bottom-line yang lebih dari anggaran tahun sebelumnya, dan bahwa investasi dalam proyek-proyek atau inisiatif akan menghasilkan kinerja yang lebih baik bottom-line (lihat Exhibit 1.4 ).
Ke-Tidak-Sambung-an Proses Manajemen
Meskipun perusahaan perlu perencanaan yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, yang bisa diterapkan anggarannya, dan sebagainya, apakah kita mencapainya atau tidak, tergantung pada seberapa baik proses manajemen berjalan di seluruh lini organisasi. Sebagian besar perusahaan dan organisasi memiliki ketidak-sambungan sekitar proses manajemen TI. Misalnya, perencanaan bisnis tidak secara langsung terhubung ke perencanaan TI, yang kemudian tidak terhubung ke proses anggaran perusahaan dan kinerja manajemen penilaian. Konsekuensinya adalah bahwa investasi TI tidak jelas mendukung strategi bisnis. Ketidak-sambungan ini menjadi masalah yang harus dipecahkan agar pratek-praktek proses manajemen berlanjut sampai dengan tindakan.
Masalah-masalah ketidaksambungan proses manajemen yang sering ditemukan:
- Rencana bisnis tidak memotivasi/mendorong rencana TI.
- Rencana TI lebih berfokus pada teknologi daripada langsung mengarah pada strategi bisnis.
- Manajer bisnis tidak melihat TI sebagai penunjang strategi mereka.
- Proyek TI tidak mendukung strategi bisnis. Belanja TI pada infrastruktur dan pemeliharaan aplikasi tidak mendukung strategi.
- Anggaran perusahaan tidak mencerminkan hasil dari perencanaan TI.
- Rencana TI, untuk kepentingan sendiri yang tidak memandu keputusan manajemen, proyek, maupun anggaran.
- Praktek tata kelola TI tidak secara langsung mengarahkan TI dari perspektif bisnis.
Gejala-gejala di atas tersebut merupakan ciri khas dari perusahaan yang mengalami ketidaksambungan. Apa yang terjadi, pada dasarnya, adalah pandangan yang berbeda antara para manajer bisnis dan manajer TI tentang peran yang dimainkan TI dalam bisnis, bahwa TI dapat membawa nilai-nilai yang diperlukan untuk secara efektif mendukung strategi bisnis. Pandangan yang berbeda ini mengakibatkan kegagalan dalam merencanakan, menyelaraskan, memprioritaskan, berinovasi , dan mengukur kinerja TI secara konsisten dari perspektif strategi bisnis. Kegagalan ini hasil dari budaya manajemen dalam bisnis dan TI yang tidak kompatibel dalam menggunakan perspektif bisnis untuk mengelola TI.
Perusahaan membutuhkan model rantai nilai Strategi-ke-Bottom-Line yang saling terhubung. Ide dasarnya adalah proses manajemen yang menghubungkan perencanaan dan strategi perusahaan ke perencanaan TI, anggaran, dan tindakan, dan manajemen kinerja untuk melacak hasilnya. Ini adalah Rantai Nilai Strategi-ke-Bottom-Line di mana masing-masing proses manajemen secara individu akan menambah nilai dan bekerja sama secara konsisten dengan proses lainnya, untuk mengurangi atau mengendalikan biaya TI dan sekaligus meningkatkan kontribusi TI terhadap bottom line perusahaan.
Faktor Penentu Keberhasilan (CSF)
Proses perencanaan yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, rencana terhadap proyek dan anggaran yang bisa dijalankan adalah landasan untuk bekerja secara konsisten di seluruh lintas proses dari sekat-sekat organisasi. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan dapat menghasilkan tindakan TI yang tepat untuk pengendalian biaya dan, pada gilirannya, pada saat yang sama meningkatkan kontribusi TI pada bottom line. Masalahnya adalah, ketiga unsur ini terikat dalam budaya dan proses manajemen yang ada.
Kita bisa mengatakan seberapa baik perusahaan dapat melakukan dalam memproduksi lima hasil (proyek yang lebih baik, pilihan proyek yang tepat, mengurangi pengeluaran yang berkinerja buruk, peningkatan kinerja dengan tingkat pengeluaran yang ada, dan tindakan manajemen yang tepat) dengan mengevaluasi (8 CSF):
- Proses bisnis dan perencanaan TI sepenuhnya terhubung dan terintegrasi.
- Inovasi-inovasi yang didorong TI berdampak pada perencanaan bisnis dan berdampak pada penemuan strategi bisnis baru dan cara-cara yang lebih baik untuk menerapkan strategi bisnis saat ini .
- Investasi TI diprioritaskan terhadap strategi bisnis.
- Seluruh pengeluaran TI termasuk untuk development, operasi, pemeliharaan, dan jasa - sejalan dengan strategi bisnis.
- Bisnis TI dan kinerja teknis dapat dilacak.
- Tim bisnis dan manajemen TI secara konsisten menjalankan manajemen proses yang meningkatkan kontribusi TI terhadap kinerja bottom -line bisnis.
- Perencanaan dan proses manajemen berfokus pada seluruh investasi TI, baik lights-on maupun proyek-proyek baru.
- TI dan manajer bisnis berpartisipasi secara efektif dalam proses manajemen ini.
Jika pernyataan-pernyataan di atas adalah tidak sesuai dengan yang dialami suatu perusahaan, maka proses perencanaan yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, dan rencana yang sudah dilakukan tidak akan efektif, tepat, dan bisa diterapkan. Tindakan TI tidak akan terhubung ke strategi bisnis, dan biaya tidak akan terkontrol, dan tidak akan ada hasil yang benar/tepat.
Ini adalah 8 Faktor Penentu Keberhasilan (CSF) untuk mendapatkan hasil/keputusan benar/tepat. Perusahaan ingin proyek yang lebih baik, ingin memilih proyek terbaik, ingin menghilangkan sumberdaya yang berkinerja buruk, dan ingin meningkatkan kinerja sumber daya yang ada. Secara keseluruhan, perusahaan ingin mengurangi biaya dan pada saat yang sama, meningkatkan kontribusi TI terhadap kinerja bottomline . Untuk melakukan hal ini membutuhkan perhatian terhadap faktor penentu keberhasilan ini.
Referensi:
- Benson, R. J., et al. (2004). From business strategy to IT action. Edisi 1. John Wiley. New Jersey.
Comments
Post a Comment