David Garvin menyatakan bahwa kualitas haruslah dipertimbangkan dengan mengambil sudut pandang multidimensi yang dimulai dengan penilaian tentang kesesuaian/kecocokan dan berakhir dengan pandangan transendental (estetika). Meskipun delapan dimensi kualitas dari Garvin tidak dikembangkan secara khusus untuk software, delapan dimensi tersebut dapat diterapkan ketika menelaah kualitas software:
- Performance quality (kualitas kinerja). Apakah software memberikan semua isi, fungsi, dan fitur yang ditentukan sebagai bagian dari model requirements dengan cara yang memberikan nilai kepada pengguna akhir?
- Feature quality (kualitas fitur). Apakah software menyediakan fitur yang mengagumkan dan menyenangkan pengguna akhir pertama kali?
- Reliability (kehandalan). Apakah software menyajikan semua fitur dan kemampuan tanpa kegagalan? Apakah tersedia saat dibutuhkan? Apakah sudah menyajikan fungsionalitas yang bebas dari kesalahan?
- Conformance (kesesuaian). Apakah software sesuai dengan standar software lokal dan eksternal yang relevan dengan penerapan? Apakah sudah sesuai dengan desain de facto dan konvensi peng-kode-an? Misalnya, apakah antarmuka pengguna sudah sesuai dengan aturan desain yang diterima umum untuk pemilihan menu atau input data?
- Durability (daya tahan). Apakah software dapat dipertahankan (diubah) atau diperbaiki (di-debug) tanpa timbulnya efek samping yang tidak disengaja? Apakah perubahan akan menyebabkan tingkat kesalahan atau kehandalan menurun seiring waktu?
- Serviceability (kemampuan melayani). Dapatkah software dipertahankan (diubah) atau diperbaiki (di-debug) dalam periode waktu yang relatif singkat? Dapatkah staf pendukung memperoleh semua informasi yang mereka butuhkan untuk membuat perubahan atau memperbaiki cacat?
- Aesthetics (estetika). Tidak diragukan bahwa kita masing-masing memiliki visi yang berbeda dan sangat subyektif tentang apa itu estetika. Namun, sebagian besar dari kita akan setuju bahwa entitas estetika memiliki keanggunan tertentu dan "keberadaan" yang jelas yang sulit untuk diukur tetapi tetap jelas. Estetika software memiliki karakteristik ini.
- Perception (persepsi). Dalam beberapa situasi, kita memiliki serangkaian prasangka yang akan memengaruhi persepsi kita tentang kualitas. Misalnya, jika kita diperkenalkan dengan produk software yang dibangun oleh vendor yang telah menghasilkan kualitas buruk di masa lalu, maka persepsi kita tentang kualitas produk software saat ini mungkin dipengaruhi secara negatif. Demikian pula, jika vendor memiliki reputasi yang sangat baik, kita mungkin percaya dengan kualitasnya, bahkan ketika kualitas tersebut tidak benar-benar ada.
Delapan dimensi kualitas Garvin memberi kita gambaran "lunak" tentang kualitas software. Banyak (tetapi tidak semua) dimensi ini hanya dapat dipertimbangkan secara subyektif. Karena itu, kita juga memerlukan serangkaian faktor kualitas "keras" yang dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar:
- faktor-faktor yang dapat diukur secara langsung (misalnya, cacat yang ditemukan selama pengujian) dan
- faktor-faktor yang dapat diukur hanya secara tidak langsung (misal, usability atau maintainability). Dalam setiap kasus pengukuran harus ada. Kita harus membandingkan software dengan suatu data sehingga sampai pada indikasi kualitas.
--o0o--
Referensi:
Software Engineering - A Practitioner's Approach - Roger S. Pressman / Bruce R. Maxim
Comments
Post a Comment