Desain Yang Baik vs Buruk Dalam Desain Interaksi


Perhatian utama dalam desain interaksi adalah untuk mengembangkan produk interaktif yang usable. Maksudnya usable disini adalah produk yang secara umum mudah dipelajari, efektif digunakan, dan memberikan pengalaman pengguna (user experience) yang menyenangkan. Sebagai titik awal yang baik untuk mulai memikirkan tentang bagaimana merancang produk interaktif yang usable adalah dengan membandingkan contoh-contoh produk yang dirancang dengan baik dan yang buruk. Dengan mengidentifikasi berbagai kelemahan/kekurangan dan kekuatan/keunggulan spesifik dari berbagai produk interaktif, kita bisa mulai memahami apa artinya sesuatu yang usable atau tidak. Di sini, kita akan menggambarkan dua contoh produk yang dirancang dengan buruk yang sudah ada selama bertahun-tahun, yaitu sistem voice-mail yang digunakan di hotel dan remote control yang ada di mana-mana — dan membandingkannya dengan dua contoh yang dirancang dengan baik dari produk yang sama yang menjalankan fungsi yang sama.

1. Sistem Voice-Mail

Bayangkan skenario cerita singkat seperti berikut. Kita tinggal di hotel selama seminggu saat sedang dalam perjalanan bisnis. Kemudian kita melihat lampu merah berkedip-kedip di saluran telepon di samping tempat tidur. Kita agak bingung dan tidak yakin apa maksud hal tersebut, maka kita mengangkat handset tersebut. Kita mendengarkan nada dan bunyinya "beep, beep, beep." Mungkin saja ini berarti ada pesan untuk kita. Untuk mengetahui cara mengakses pesan tersebut, kita harus membaca serangkaian instruksi di sebelah telepon. Kemudian kita membaca dan mengikuti langkah pertama:
1. Tekan 41.
Sistem merespons: “Anda telah terhubung dengan pusat pesan suara di Hotel Sunny. Silakan masukkan nomor kamar yang ingin Anda tinggalkan pesan."
Kemudian kita menunggu untuk mendengar cara mendengarkan pesan yang direkam. Tetapi tidak ada instruksi lebih lanjut di telepon tersebut. Kemudian kita melihat lagi ke lembar instruksi dan membaca:
2. Tekan *, nomor kamar Anda, dan #.
Setelah kita melakukannya, sistem menjawab: "Anda telah terhubung dengan mailbox untuk kamar 106. Untuk meninggalkan pesan, ketikkan kata sandi Anda."
Kita mulai mengetikkan nomor kamar lagi, dan sistem menjawab: "Silakan masukkan nomor kamar lagi dan kemudian kata sandi Anda."

Kita tidak tahu apa kata sandinya. Kita pikir itu sama dengan nomor kamar kita, tetapi ternyata tidak. Pada titik ini, kita menyerah dan menelepon resepsionis untuk meminta bantuan. Petugas resepsionis menjelaskan prosedur yang benar untuk mendengarkan pesan. Dimana hal ini memerlukan pengetikan yang tepat, nomor kamar dan nomor ekstensi telepon (yang terakhir adalah kata sandinya, yang ternyata memang berbeda dari nomor kamar). Jadi, dibutuhkan enam langkah untuk mengakses pesan. Kita benar-benar menyerah.

Apa yang menjadi masalah dengan sistem voice-mail ini?
  • Sangat menyebalkan.
  • Sangat membingungkan.
  • Tidak efisien, mengharuskan kita untuk melakukan sejumlah langkah untuk hal-hal mendasar.
  • Sulit digunakan.
  • Tidak ada cara cepat/sekilas untuk memberi tahu kita apakah ada pesan yang tersisa atau berapa jumlahnya. Kita harus mengambil handset untuk mengetahuinya dan kemudian melakukan serangkaian langkah untuk mendengarkannya.
  • Tidak jelas apa yang harus dilakukan: Instruksi disediakan sebagian oleh sistem dan sebagian lainnya oleh kartu di samping telepon.
Sekarang bandingkan dengan mesin penjawab telepon yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Mesin penjawab dengan menggunakan kelereng
Ilustrasi di atas menunjukkan sketsa kecil mesin penjawab telepon. Pesan yang masuk ditunjukkan dengan menggunakan kelereng. Jumlah kelereng yang telah pindah ke semacam saluran (yang tampak seperti pinball) menunjukkan banyaknya pesan. Menempatkan salah satu kelereng ini ke lekukan pada mesin akan menyebabkan pesan yang sudah direkam untuk diputar dan didengarkan. Menjatuhkan kelereng yang sama ke lekukan yang lain akan menelepon orang yang meninggalkan pesan.

Apa perbedaan mesin penjawab yang menggunakan kelereng dengan sistem voice-mail sebelumnya?
  • Mesin ini menggunakan benda-benda fisik yang sudah familiar yang bisa memberi petunjuk secara visual berapa banyak pesan yang ada.
  • Sangat menyenangkan dan nyaman untuk digunakan.
  • Hanya perlu satu langkah untuk melakukan tugas inti.
  • Desain yang sederhana namun elegan.
  • Menawarkan lebih sedikit fungsionalitas dan memungkinkan siapa saja untuk mendengarkan pesan apa pun.
Mesin penjawab yang menggunakan kelereng ini dianggap sebagai desain klasik. Diciptakan oleh Durrell Bishop ketika dia masih mahasiswa di Royal College of Art di London (tentang ini dijelaskan oleh Crampton Smith, 1995). Salah satu tujuannya adalah merancang sistem pesan yang mewakili fungsi dasarnya dalam hal perilaku objek-objek sehari-hari. Untuk itu, ia memanfaatkan pengetahuan orang sehari-hari tentang bagaimana dunia fisik bekerja. Secara khusus, ia memanfaatkan tindakan sehari-hari manusia di berbagai tempat yaitu mengambil objek fisik dan meletakkannya (memindahkannya) di tempat lain.

Ini adalah contoh produk interaktif yang dirancang dengan benar-benar memikirkan penggunanya. Fokusnya adalah memberi mereka pengalaman yang menyenangkan tetapi juga efisien dalam aktivitasnya menerima pesan. Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun mesin penjawab kelereng tersebut adalah desain yang elegan dan usable, hal itu bukanlah sesuatu yang tepat untuk hotel. Salah satu alasan utamanya adalah karena tidak terlalu cocok untuk digunakan di tempat-tempat umum; misalnya, karena kelereng bisa dengan mudah hilang atau diambil sebagai oleh-oleh. Selain itu, perlunya untuk mengidentifikasi penggunanya sebelum mengizinkan pesan untuk diputar sangatlah penting untuk tempat-tempat seperti lingkungan hotel.

Oleh karena itu, ketika mempertimbangkan desain produk interaktif, sangatlah penting untuk mempertimbangkan di mana produk tersebut akan digunakan dan siapa yang akan menggunakannya. Mesin penjawab kelereng akan lebih cocok digunakan di lingkungan rumah asalkan tidak ada anak-anak di sekitarnya yang mungkin usil tergoda untuk bermain dengan kelereng!

2. Remote Control

Semua sistem hiburan digital di rumah, entah itu smartTV, set-top box, sistem stereo, dan sebagainya, dilengkapi dengan remote control. Tiap-tiap remote control berbeda dalam hal tampilannya dan sistem kerjanya. Banyak yang telah dirancang dengan susunan tombol-tombol kecil, beraneka warna, dan dengan dua label yang membingungkan (satu tepat pada tombol dan satu lagi di atas atau di bawahnya) yang sering kali diposisikan secara sembarangan antara tombol satu dengan tombol lainnya. Banyak orang, terutama ketika duduk di ruang keluarga mereka, merasa kesulitan untuk menemukan tombol yang tepat, bahkan untuk hal yang paling sederhana, seperti pause sebentar atau untuk menemukan menu utamanya. Ini bisa membuat frustasi terutama bagi mereka yang perlu memakai kacamata baca setiap kali mereka membaca tombol. 

Sebaliknya, banyak usaha dan gagasan yang dimasukkan ke desain remote control TiVo klasik dengan fokus pada penggunanya (lihat gambar di bawah). TiVo adalah perekam video digital yang awalnya dikembangkan untuk memungkinkan pemirsa merekam acara TV. Remote control tersebut dirancang dengan tombol yang besar yang diberi label dengan jelas dan diatur baik dan logis, sehingga membuatnya mudah ditemukan dan digunakan bersamaan dengan interface menu yang muncul di layar TV. Dalam hal bentuk fisiknya, remote control tersebut dirancang agar pas dengan telapak tangan penggunanya, sehingga tampak seperti bentuk kacang. Bentuk ini juga memiliki look and feel yang menyenangkan: tombol warna-warni dan ikon-ikon kartun yang digunakan khas, sehingga mudah untuk mengidentifikasinya.
Remote control dari TiVo
Bagaimana TiVo bisa membuat remote control yang usable dan menarik sementara banyak perangkat remote lainnya gagal? Jawabannya sederhana: TiVo menginvestasikan waktu dan usahanya untuk mengikuti proses desain yang berfokus pada pengguna. Secara khusus, direktur desain produk TiVo pada saat itu melibatkan pengguna yang potensial dalam proses desainnya, sehingga mendapatkan feedback dari mereka tentang segala sesuatu mulai dari perasaan terhadap perangkat ketika di tangan hingga dimana tempat terbaik untuk menempatkan baterai, sehingga membuat batereinya mudah untuk diganti tetapi tidak mudah jatuh. Dia dan tim desainnya juga menolak jebakan "buttonitis" yang menyebabkan banyak remote control lainnya gagal; yaitu adalah ketika di mana tombol-tombol berkembang biak menjadi banyak, sehingga satu tombol untuk setiap fungsi baru. Mereka melakukan ini dengan membatasi jumlah tombol yang ada dalam perangkat sehingga tombol-tombol hanya untuk fungsi-fungsi yang penting. Fungsi-fungsi yang lain kemudian disajikan sebagai bagian dari menu options dan kotak dialog yang ditampilkan di layar TV, yang kemudian dapat dipilih melalui tombol inti. Hasilnya adalah perangkat yang sangat usable dan menyenangkan sehingga menerima banyak pujian dan banyak penghargaan dalam hal desain.

No comments:

Post a Comment