Matematika memiliki tiga kontribusi besar dalam kecerdasan buatan (AI), yaitu 1) logika matematika, 2) hitungan (kalkulus/aljabar), dan 3) probabilitas. Secara kasar munculnya ketiga kontribusi bidang matematika tersebut muncul dari ketiga pertanyaan medasar berikut:
- Bagaimana aturan formal matematika untuk menarik kesimpulan yang valid?
- Apa saja yang bisa dihitung?
- Bagaimana kita menalar dengan informasi yang tidak pasti?
Logika Matematika
Para filsuf sudah mengajukan beberapa gagasan fundamental tentang kecerdasan buatan (AI), namun untuk menuju ke sains formal memerlukan formalisasi matematis di tiga bidang fundamental berikut: logika, komputasi, dan probabilitas. Gagasan tentang logika formal dapat ditelusuri kembali ke filsuf-filsuf Yunani kuno, namun pengembangan matematisnya dimulai dengan karya George Boole (1815-1864), yang menyusun rincian logika proposisional, atau logika Boolean, (Boole, 1847). Pada tahun 1879, Gottlob Frege (1848-1925) memperluas logika Boolean dengan memasukkan objek dan relasi, yang akhirnya menciptakan first order logic (predicate logic) yang digunakan saat ini. Alfred Tarski (1902-1983) memperkenalkan teori referensi yang menunjukkan bagaimana menghubungkan objek dalam logika dengan objek di dunia nyata.
Para filsuf sudah mengajukan beberapa gagasan fundamental tentang kecerdasan buatan (AI), namun untuk menuju ke sains formal memerlukan formalisasi matematis di tiga bidang fundamental berikut: logika, komputasi, dan probabilitas. Gagasan tentang logika formal dapat ditelusuri kembali ke filsuf-filsuf Yunani kuno, namun pengembangan matematisnya dimulai dengan karya George Boole (1815-1864), yang menyusun rincian logika proposisional, atau logika Boolean, (Boole, 1847). Pada tahun 1879, Gottlob Frege (1848-1925) memperluas logika Boolean dengan memasukkan objek dan relasi, yang akhirnya menciptakan first order logic (predicate logic) yang digunakan saat ini. Alfred Tarski (1902-1983) memperkenalkan teori referensi yang menunjukkan bagaimana menghubungkan objek dalam logika dengan objek di dunia nyata.
Langkah selanjutnya adalah menentukan apa batasannya yang bisa dilakukan dengan logika dan komputasi. Algoritma sederhana pertama yang dipekerkenalkan adalah algoritma Euclid yang menghitung pembagi terbesar. Kata 'algoritma' berasal dari al-Khowarazmi, nama seorang matematikawan Persia dari abad ke-9, yang tulisan-tulisannya juga memperkenalkan tentang angka-angka Arab dan aljabar ke Eropa. Boole dan para pakar yang lain membahas algoritma logika deduktif, dan pada akhir abad ke-19, banyak upaya dilakukan untuk memformalkan penalaran matematis secara umum sebagai logika deduktif. Pada tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) menunjukkan bahwa ada prosedur yang efektif untuk membuktikan pernyataan yang benar dalam first order logic dari Frege dan Russell, namun first order logic tersebut tidak dapat menangkap prinsip induksi matematis yang diperlukan untuk mengkarakterisasi bilangan natural. Pada tahun 1931, Godel menunjukkan bahwa keterbatasan dalam deduksi memang ada. Teorema-nya tentang incompletensess (ketidaklengkapan) menunjukkan bahwa dalam teori formal sekuat aritmatika Peano (teori dasar bilangan natural), ada pernyataan-pernyataan benar yang tidak dapat diputuskan dalam arti bahwa mereka tidak memiliki bukti dalam teori tersebut.
Hitungan (kalkulus/aljabar)
Hasil mendasar ini juga menunjukkan bahwa beberapa fungsi pada bilangan bulat tidak dapat diwakili oleh algoritma - yang berarti, tidak dapat dihitung. Hal ini memotivasi Alan Turing (1912-1954) untuk mencoba mengkarakterisasi dengan tepat fungsi mana yang bisa dihitung. Gagasan ini sebenarnya sedikit bermasalah karena pengertian tentang komputasi atau prosedur yang efektif tidak dapat didefinisikan secara formal. Namun, tesis Church-Turing, yang menyatakan bahwa mesin Turing (Turing, 1936) mampu menghitung fungsi komputasi apa pun, umumnya diterima sebagai definisi yang memadai. Turing juga menunjukkan bahwa ada beberapa fungsi yang tidak dapat dilakukan mesin Turing. Misalnya, tidak ada mesin yang bisa memberi tahu secara umum apakah program tertentu akan mengembalikan jawaban pada input tertentu atau program akan berjalan terus menerus.
Meskipun gagasan tentang 'dapat ditentukan' dan 'dapat dihitung' sangat penting untuk pemahaman tentang komputasi, pengertian tractability atau 'dapat diatasi' memiliki dampak yang lebih besar lagi. Kasarnya, sebuah masalah disebut sulit diatasi jika waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut tumbuh secara eksponensial dibanding dengan bertambahkan instans (data yang ada dalam masalah). Perbedaan antara pertumbuhan polinomial dan eksponensial dalam kompleksitas pertama kali ditekankan pada pertengahan 1960an (Cobham, 1964; Edmonds, 1965). Hal ini penting karena pertumbuhan eksponensial berarti bahwa instans yang cukup besar sekalipun tidak dapat dipecahkan dalam waktu yang layak. Oleh karena itu, seseorang harus berusaha untuk membagi masalah secara keseluruhan menjadi beberapa subproblem yang dapat diatasi dibandingkan dengan masalah yang lebih besar tak dapat diatasi.
Probabilitas
Selain logika dan hitungan, kontribusi besar ketiga matematika terhadap AI adalah teori probabilitas. Gerolamo Cardano dari Italia (1501-1576) pertama kali membingkai gagasan probabilitas, dengan menggambarkannya dalam bentuk 'kemungkinan' hasil perjudian. Probabilitas dengan cepat menjadi hal yang sangat berharga dari semua ilmu kuantitatif, karena membantu menghadapi pengukuran yang tidak pasti dan teori yang tidak lengkap. James Bernoulli (1654-1705), Pierre Laplace (1749-1827), dan yang lainnya mengajukan teori dan memperkenalkan metode-metode statistik baru. Thomas Bayes (1702-1761), mengajukan aturan baru untuk memperbarui teori probabilitas dengan pertimbangan evidence baru. Aturan Bayes mendasari pendekatan paling modern terhadap penalaran akan ketidakpastian dalam sistem kecerdasan buatan (AI).
Referensi:
Referensi:
- Norvig, S. R. and P., & Intelligence., T. leading textbook in A. (2010). Artificial Intelligence: A Modern Approach.
Artikel terkait:
Comments
Post a Comment