Serba-serbi Wawasan Knowledge Management (6)

Knowledge Management: Aktivitas Bisnis Yang Berdasarkan Kebutuhan (Demand)

Menurut Muraay (2002), salah satu alasan utama bahwa bisnis saat ini tidak mampu menghasilkan benefit riil dari upaya KM mereka adalah bahwa mereka menganggap KM sebagai hal di sisi ‘supply’, dan mengira dengan pengambilan knowledge begitu saja akan secara otomatis menghasilkan benefit. Dia berpendapat bahwa KM seharusnya lebih merupakan inisiatif di sisi ‘demand’ dan sebagai kebalikan dari proses  otomatis di sisi ‘supply’.  Gambar di bawah berikut memperlihatkan suatu model proses yang high-level (sangat konseptual) dari KM.
Model Proses KM dua-arah. Sumber: Peter Murray, "Knowledge Management sebagai Keunggulan Kompetitif," Ivey Business Journal, March/April 2002, pp. 71-76

Cara konvensional dalam mengartikan model tersebut adalah dengan membaca dari kiri ke kanan, sebagai rantai nilai sisi ‘supply’. Proses dimulai dengan data basic dan bergerak maju melalui beberapa tahapan, setiap satu tahapan secara progresif menghasilkan nilai yang lebih, yang berpuncak  pada hasil bisnis yang baik dan sangat layak. Semakin dekat ke arah kiri (di bagian data), penekanan lebih pada otomatisasi dan teknologi; semakin ke sebelah kanan (di bagian hasil), penekanan adalah lebih pada orang dan proses pengambilan keputusan.

Model DIKAR (Data-Information-Knowledge-Action-Results) dari kiri ke kanan sangat berguna untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menyimpan asset-aset data dan informasi perusahaan dengan cara yang sistematis. Ini adalah pendekatan yang berbasis teknologi untuk mengotomatisasikan proses  mengakumulasi knowledge dari yang sudah ada di organisasi (organizational memory). Asumsinya adalah bahwa bila anda pernah mengompilasi data, informasi, dan knowledge (karena anda bisa melakukan itu semua dengan cara yang otomatis), anda akan bisa mengetahui cara untuk menggunakannya secara produktif untuk melakukan tindakan-tindakan bisnis tertentu. Sayangnya, membangun koneksi yang nampaknya sederhana tersebut antara aset-aset knowledge yang sudah terkumpul dan tindakan-tindakan bisnis yang diperlukan bukanlah tugas yang sepele. Karena situasi bisnis sangat variatif, bongkahan-bongkahan knowledge yang diperlukan pembuat keputusan dalam mengambil tindakan yang tepat dalam situasi tertentu belum tentu sesuai dengan bentuk yang benar atau seringkali mungkin bahkan tidak ada dalam knowledge repository (tempat knowledge disimpan).  Karena itu, melekatkan model KM jenis DIKAR mungkin saja tidak menghasilkan ROI yang signifikan.

Model RAKID (Results-Action-Knowledge-Information-Data) dari arah kanan ke kiri bertujuan untuk mengurangi kelemahan  model DIKAR. RAKID berawal dengan pertanyaan bisnis “Dengan mempertimbangkan hasil yang sudah ditentukan, tindakan apasaja yang diperlukan untuk mencapainya?” Setelah terjawab, pertanyaan berikutnya adalah “Dengan pertimbangan bahwa semua tindakan yang akan diambil sudah diketahui, apa yang perlu kita ketahui untuk melakukan hal-hal tersebut secara efektif?” Yaitu, potongan-potongan knowledge apa saja yang diperlukan untuk diketahui dan melakukan berbagai tindakan tersebut? Setelah asset-aset knowledge yang diperlukan diketahui, kemudian sumber-sumber data dan informasi diidentifikasi dan diproses untuk menghasilkan knowledge. Dengan cara tersebut, hanya asset-aset knowledge yang perlu saja diproses untuk mengambil tindakan yang tepat untuk mencapai hasil-hasil yang sudah ditetapkan tadi. Proses ini akan memanfaatkan  resources organisasi lebih hemat dan karenanya mengahsilkan ROI yang lebih baik dalam upaya KM.

Sources: Based on P. Murray, “Knowledge Management as a Sustained Competitive Advantage,” Ivey Business Journal, March/April 2002, pp. 71-76; and M. W. McElroy, The New Knowledge Management: Complexity, Learning, and Sustainable Innovation, Burlington, MA: Butterworth-Heinemann, p. 145.

Link-link terkait Serba-serbi wawasan knowledge management:

No comments:

Post a Comment