Skip to main content

Aksesibilitas dan Inklusivitas Dalam Desain Interaksi

Aksesibilitas mengacu pada sejauh mana produk interaktif dapat diakses oleh pengguna sebanyak mungkin. Perusahaan seperti Google dan Apple menyediakan berbagai piranti bagi para developer mereka untuk mempromosikan hal ini. Fokusnya terutama adalah bagi para penyandang cacat (disabilitas). Misalnya, OS Android menyediakan berbagai macam piranti bagi mereka yang cacat, seperti kompatibilitas alat bantu dengar hingga screen reader yang sudah built-in, sementara Apple VoiceOver memungkinkan penggunanya mengetahui apa yang terjadi pada perangkatnya, sehingga mereka dapat dengan mudah menavigasi perangkatnya dan bahkan tahu siapa yang sedang photo selfie yang baru saja diambil, dengan mendengarkan perangkat teleponnya. Inklusivitas artinya adalah bersikap adil, terbuka, dan setara bagi semua orang. Desain yang inklusif adalah pendekatan yang menyeluruh di mana para desainer berusaha membuat produk dan layanan mereka mengakomodasi jumlah pengguna seluas mungkin. Contohnya adalah memastikan bahwa smartphone dirancang untuk semua dan tersedia untuk semua orang — terlepas dari kecacatan/disabilitas, pendidikan, umur, atau penghasilan penggunanya.

Apakah seseorang dianggap cacat atau tidak, akan bisa berubah seiring berjalannya waktu dan seiring bertambahnya usia, atau bisa juga karena pemulihan dari suatu kecelakaan yang berlangsung sepanjang hidup orang tersebut. Selain itu, tingkat keparahan dan dampak pelemahan (indra-indra) dapat berbeda-beda dalam satu hari atau dalam kondisi lingkungan tertentu yang berbeda. Kecacatan/disabilitas bisa saja terjadi karena teknologi sering dirancang sedemikian rupa sehingga memerlukan jenis interaksi tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang memiliki keterbatasan (pelemahan indra-indra). Kecacatan/disabilitas dalam konteks seperti ini dipandang sebagai hasil dari desain interaksi yang buruk antara pengguna dan teknologi, bukan melulu hanya keterbatasan/pelemahan (indra) itu sendiri. Aksesibilitas, di sisi lain, menyingkap berbagai pengalaman sehingga dapat diakses oleh semua orang. Teknologi yang sekarang menjadi mainstream pernah dulunya dimulai sebagai solusi atas tantangan tentang aksesibilitas. Misalnya, SMS dulunya dirancang untuk orang-orang yang tunarungu sebelum pada akhirnya menjadi teknologi yang mainstream. Lebih jauh, mendesain untuk aksesibilitas secara inheren akan menghasilkan desain yang inklusif untuk semua pengguna.

Aspek aksesibilitas dapat dicapai dengan dua cara: pertama, melalui desain teknologi yang inklusif, dan kedua, melalui desain teknologi yang bersifat bantuan (assistif). Ketika merancang untuk aksesibilitas, penting untuk memahami jenis-jenis gangguan yang dapat menyebabkan kecacatan/disabilitas karena hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam bentuk. Jenis-jenis gangguam tersebut sering diklasifikasikan berdasarkan jenis penurununan/pelemahannya, misalnya:
  • Gangguan sensorik (seperti kehilangan penglihatan atau pendengaran)
  • Gangguan fisik (kehilangan fungsi pada satu atau lebih dari bagian tubuh, misalnya, setelah stroke atau cedera tulang belakang)
  • Kognitif (misalnya, gangguan belajar atau kehilangan fungsi memori / kognitif karena usia tua atau kondisi seperti penyakit Alzheimer)
Dalam setiap jenis ganggunan tersebut terdapat kombinasi antara orang dan kemampuannya yang tampak sangat kompleks. Misalnya, seseorang mungkin hanya memiliki penglihatan tertentu saja (parsial), mungkin buta warna, atau mungkin tidak memiliki persepsi tentang cahaya (dan terdaftar sebagai buta). Semua itu adalah bentuk gangguan penglihatan, dan semua itu membutuhkan pendekatan desain yang berbeda. Buta warna dapat diatasi dengan pendekatan desain yang inklusif. Para desainer dapat memilih warna yang akan muncul sebagai warna-warna yang berbeda untuk semua orang. Namun, kehilangan penglihatan sebagian (parsial) atau kebutaan yang total sering membutuhkan teknologi bantu (assistif) untuk dirancang secara khusus.

Pelemahan/gangguna juga dapat dikategorikan juga sebagai berikut:
  • Permanen (misalnya, pengguna kursi roda jangka panjang)
  • Temporer/sementara (seperti setelah kecelakaan atau sakit)
  • Situasional (misalnya, lingkungan yang bising berarti seseorang tidak dapat mendengar)
Jumlah orang yang hidup dengan kecacatan/disabilitas permanen akan meningkat seiring bertambahnya usia. Kurang dari 20 persen orang terlahir dengan disabilitas, sedangkan 80 persen orang akan memiliki disabilitas setelah mereka mencapai usia 85 tahun. Seiring bertambahnya usia, kemampuan fungsional mereka berkurang. Misalnya, orang yang berusia lebih dari 50 tahun sering merasa sulit untuk mendengar percakapan di ruang-ruang yang memiliki permukaan yang keras dan banyak kebisingan di latarbelakang. Ini adalah kecacatan yang akan dialami oleh sebagian besar dari kita.

Orang-orang dengan kecacatan/disabilitas permanen sering menggunakan teknologi bantu (assistif) dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang mereka anggap penting untuk kehidupan dan kelanjutan dari diri mereka sendiri (Holloway dan Dawes, 2016). Contohnya termasuk kursi roda (orang sekarang lebih senang merujuk pada istilah "memakai roda mereka," dibandingkan dengan "menggunakan kursi roda") dan alat bantu komunikasi alternatif dan augmented. Banyak penelitian HCI (human-computer interaction) saat ini tentang disabilitas sedang mengeksplorasi bagaimana teknologi baru, seperti IoT, perangkat-perangkat wearable, dan virtual reality (realitas virtual), dapat digunakan untuk meningkatkan teknologi assistif (teknologi yang bersifat bantuan) yang sudah ada saat ini.

Aimee Mullens adalah seorang atlet, aktor, dan model fesyen yang telah menunjukkan bagaimana prosthetics (prostetik adalah bagian tubuh tiruan/buatan untuk orang cacat) bisa dirancang untuk bergerak melampaui fungsinya yang murni (yang seringkali jelek) menjadi sesuatu yang diminati banyak orang dan sangat modis. Dia (Aimee Mullens) menjadi seorang yang diamputasi bilateral ketika kedua kakinya diamputasi di bawah lutut ketika berusia satu tahun. Dia telah melakukan banyak hal untuk mengaburkan batas antara orang-orang yang cacat dan tidak cacat, dan dia menggunakan fesyen yang modis sebagai cara untuk mencapai hal tersebut. Beberapa perusahaan prostetik sekarang memasukkan desain fesyen ke dalam produk mereka, termasuk penutup kaki yang menarik yang terjangkau oleh semua orang (lihat Gambar di bawah ini).
Penutup kaki yang modis

--o0o--

Artikel terkait:

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Binding dalam Bahasa Pemrograman dan Kapan Terjadinya

Binding dimaksudkan sebagai pengikatan (association) antara suatu entity dengan atributnya, misalnya binding/pengikatan antara suatu variable dengan tipe datanya atau dengan nilainya, atau dapat juga antara suatu operasi dengan simbol, misalnya simbol + dikenali sebagai operasi penjumlahan atau simbol ^ dikenali sebagai operasi pangkat, dll.  Peristiwa binding dan kapan terjadinya binding (biasanya disebut dengan binding time ) berperan penting dalam membicarakan semantics suatu bahasa pemrograman. Beberapa kemungkinan binding time adalah:

Latihan Soal Jawab Matematika Diskrit

Berikut di bawah ini adalah latihan soal jawab untuk matematika diskrit dengan topik-topik: Pernyataan Logika Circuits dan Ekspresi Boolean Argumen (valid/tidak valid) Teori Himpunan Permutasi Fungsi --o0o-- Pernyataan Logika 1. Buatlah tabel kebenaran untuk menentukan yang mana tautology dan yang mana contradiction dalam pernyataan logika (a) dan (b) di bawah ini: a. (p ∧ q) ∨ (∼p ∨ (p ∧ ∼q)) b.  (p ∧ ∼q) ∧ (∼p ∨ q)

Contoh proses normalisasi relasi dari UNF – 1NF – 2NF – dan 3NF

Dalam posting tulisan tentang: “Tujuan dan Manfaat Normalisasi dalam Perancangan Database” , kita sudah mempelajari tentang: “Apa itu normalisasi” dan “Mengapa kita perlu melakukan normalisasi”. Kedua pertanyaan itu sudah terjawab dalam tulisan tersebut.  Kemudian dalam posting tulisan tentang: “Konsep Ketergantungan Fungsional, Normalisasi, dan Identifikasi Primary Key dalam Perancangan Sistem Database” , kita sudah mempelajari suatu konsep penting yang digunakan untuk melakukan normalisasi, yaitu konsep ketergantungan fungsional yang terdiri dari ketergantungan penuh, ketergantungan parsial atau sebagian, dan ketergantungan transitif. Proses normalisasi pertama-tama dilakukan dengan mengidentifikasi adanya ketergantungan-ketergantungan tersebut dalam relasi-relasi dan kemudian menghilangkannya. Cara melakukan normalisasi, mengidentifikasi berbagai macam ketergantungan, dan menghilangkan ketergantungan pada relasi-relasi bisa dipelajari ulang dalam postingan tulisan d...