Mengapa Perlu Memahami Pengguna Dalam Desain Interaksi

Alasan utama untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang orang-orang dalam konteks di mana mereka tinggal, bekerja, belajar dan sebagainya adalah karena hal tersebut dapat membantu para desainer interaksi dalam memahami bagaimana merancang produk interaktif yang memberikan pengalaman pengguna (user experiences) yang baik atau sesuai dengan kebutuhan si pengguna. Misalnya, suatu piranti/tool untuk membuat perencanaan kolaboratif untuk misi luar angkasa yang ditujukan untuk digunakan oleh tim ilmuwan yang saling bekerja sama di berbagai macam belahan dunia, akan memiliki kebutuhan yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan piranti yang sama yang ditargetkan untuk pelanggan dan penjual yang akan digunakan di toko furnitur untuk menggambar sketsa rencana layout dapur. Dengan memahami perbedaan berbagai macam individu juga dapat membantu para desainer interaksi untuk mempertimbangkan bahwa tidak ada satu pun jenis solusi yang bisa cocok untuk semuanya; apa yang berfungsi untuk satu grup pengguna mungkin sama sekali tidak cocok untuk yang lain. Misalnya, anak-anak memiliki ekspektasi yang berbeda dibandingkan orang dewasa tentang bagaimana mereka ingin belajar atau bermain. Anak-anak mungkin senang dengan kuis interaktif dan karakter kartun yang bisa membantu mereka menjadi sangat termotivasi dalam belajar, sedangkan sebagian besar orang dewasa menganggap hal tersebut sebagai hal yang membosankan. Sebaliknya, orang dewasa sering suka berbicara langsung tentang suatu topik, tetapi anak-anak menganggap hal tersebut justru sebagai hal yang menyebalkan. Sama seperti benda sehari-hari yang kita temui misalnya pakaian, makanan, dan berbagai permainan dirancang berbeda-beda apakah untuk anak-anak, remaja, atau orang dewasa, demikian juga seharusnya dengan produk interaktif dirancang untuk berbagai jenis pengguna.



Dengan mempelajari lebih banyak tentang orang-orang dan apa saja yang mereka lakukan juga dapat mengungkapkan asumsi yang salah yang mungkin dimiliki para desainer (interaksi) tentang suatu kelompok pengguna tertentu dan apa yang mereka butuhkan. Sebagai contoh, seringkali orang tua mengalami penurunan tingkat penglihatan dan ketangkasan, sehingga sering diasumsikan bahwa orang tua tentu ingin segala sesuatu diperbesar — ​​entah itu teks atau gambar (atau elemen grafis lain) yang muncul di layar atau di alat kontrol, misalnya remote control, tombol dan saklar, yang digunakan untuk mengontrol perangkat. Ini mungkin saja benar begitu untuk beberapa orang tua, tetapi berdasarkan penelitian ternyata menunjukkan bahwa banyak orang di usia 70-an, 80-an, dan lebih tua sangat mampu berinteraksi dengan informasi dengan ukuran standar dan bahkan dengan interface yang kecil, misalnya, smartphone, sama dengan mereka yang masih berusia remaja sekitar usia 20-an, meskipun, pada awalnya beberapa orang mungkin mengira mereka akan kesulitan (Siek et al., 2005). Ternyata (berdasarkan penelitian), dengan seiring bertambahnya usia, mereka (para orang tua) tidak suka menganggap diri mereka kurang/melemah dalam hal berbagai keterampilan kognitif maupun manual.

Dengan menyadari kepekaan orang, misalnya penuaan, sama pentingnya dengan mengetahui bagaimana mendesain produk yang sesuai dengan kemampuan mereka (Johnson dan Finn, 2017). Contoh lain yang lebih khusus lagi adalah ada banyak orang tua sekarang merasa nyaman dengan berbagai macam teknologi dan menggunakannya (misalnya, email, belanja online, game online, atau media sosial), tetapi mereka mungkin menolak mengadopsi teknologi baru. Ini bukan karena mereka tidak percaya bahwa berbagai teknologi baru tersebut berguna bagi kehidupan mereka tetapi karena mereka tidak ingin membuang-buang waktu mereka terjebak oleh berbagai macam distraksi/gangguan yang diakibatkan oleh kehidupan digital (Knowles dan Hanson, 2018), misalnya, mereka tidak ingin "terpaku pada suatu ponsel" seperti para generasi yang lebih muda.

Menyadari perbedaan budaya juga merupakan hal yang penting dalam desain interaksi, terutama untuk produk yang ditujukan untuk berbagai kelompok pengguna dari berbagai macam negara. Contoh perbedaan budaya adalah tentang tanggal dan waktu yang digunakan di berbagai negara. Di Amerika Serikat, misalnya, tanggal ditulis dengan urutan bulan, tanggal, tahun (05/21/20), sedangkan di negara lain, ditulis dalam urutan tanggal, bulan, tahun (21/05/20). Hal ini dapat menyebabkan kebingungan bagi para desainer ketika memutuskan format form online, terutama jika ditujukan untuk pengguna global. Ini juga menjadi perhatian bagi berbagai produk yang memiliki waktu sebagai fungsi, misalnya sistem operasi, jam digital, atau dashboard mobil. Kelompok budaya mana yang akan dipilih sebagai preferensi? Bagaimana mereka (para desainer) memberitahu para pengguna untuk format yang ditetapkan sebagai default? Ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa mudah suatu interface yang dirancang untuk satu kelompok pengguna dapat digunakan dan diterima oleh kelompok yang lain. Mengapa produk tertentu, seperti fitness tracker (pelacak kebugaran), diterima secara universal oleh orang-orang dari seluruh penjuru dunia, sedangkan situs web dirancang secara berbeda-beda dan merespon secara berbeda-beda oleh orang-orang dari budaya yang berbeda?

Untuk memahami lebih lanjut tentang pengguna, kita perlu memahami secara rinci bagaimana orang bertindak dan berinteraksi satu sama lain, dengan informasi, dan dengan berbagai teknologi, dan juga menggambarkan kemampuan, emosi, kebutuhan, keinginan mereka, dan apa yang menyebabkan mereka jengkel, frustrasi, kehilangan kesabaran, dan bosan. Kita bisa memanfaatkan teori psikologi dan penelitian ilmu sosial yang relevan. Pengetahuan tersebut memungkinkan para desainer untuk menentukan solusi mana yang harus dipilih dari banyak alternatif desain yang ada dan bagaimana mengembangkan dan mengujinya lebih lanjut.

--o0o--

Artikel terkait:

No comments:

Post a Comment