Siklus Konversi - Perusahaan kelas dunia dan manufaktur ramping (lean manufacturing) - Seri (6)

Siklus konversi tradisional yang digambarkan dalam bagian sebelumnya menyajikan berapa banyak perusahaan manufaktur yang beroperasi saat ini. Namun demikian, selama lebih dari tiga dekade belakangan ini, kebutuhan konsumen menuntut suatu proses yang lebih cepat, siklus hidup produk yang lebih pendek, dan kompetisi global mengakibatkan perubahan aturan pasar yang cukup radikal. Sebagai upaya untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut, banyak perusahaan mulai berbenah untuk menjalankan bisnis dengan cara yang sama sekali berbeda. Istilah ‘kelas-dunia’ menjadikan era yang modern dalam dunia bisnis. Usaha mencapai status kelas-dunia adalah suatu perjalanan tanpa tujuan karena hal itu akan memerlukan inovasi yang berkelanjutan dan penyempurnaan yang kontinyu. Survey baru-baru ini terhadap para eksekutif perusahaan mengungkapkan bahwa mereka mengatakan akan mengejar prinsip-prinsip yang akan membawa perusahaan mereka ke status kelas-dunia. Namun demikian kaum skeptis berpendapat bahwa hanya sebanyak 10 atau 20 perden dari perusahaan-perusahaan tersebut yang benar-benar di jalur yang benar.

Apakah yang dimaksud perusahaan kelas-dunia?

Fitur-fitur berikut adalah yang mencirikan perusahaan kelas-dunia:
·         Perusahaan kelas-dunia harus mempertahankan kelincahan strategis dan mampu menghidupkan sesuatu yang kecil. Manajemen puncak harus secara dekat menyadari kebutuhan pelanggan dan tidak kaku dan anti terhadap perubahan paradigma.
·         Perusahaan kelas-dunia harus memotivasi dan memperlakukan karyawan seperti menghargai aset-aset. Untuk mengaktivasikan talenta setiap orang, keputusan harus didorong hingga ke level terbawah organisasi. Hasilnya adalah struktur organisasi yang datar dan responsif.
·         Perusahaan kelas-dunia harus memenuhi kebutuhan para pelanggannya secara menguntungkan. Tujuannya tidak hanya untuk memuaskan para pelanggan, tetapi juga untuk menyenangkan mereka secara positif. Hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan satu kali dan kemudian dilupakan begitu saja. Dengan para kompetitor yang selalu agresif mencari cara-cara baru untuk meningkatkan market share, perusahaan kelas-dunia harus terus menyenangkan para pelanggannya.
·         Filosofi memberi kepuasan terhadap pelanggan memasuki perusahaan kelas-dunia. Semua aktivitasnya, mulai dari pembelian bahan baku hingga menjual barang jadi, membentuk suatu rantai pelanggan. Setiap aktivitas diarahkan untuk melayani pelanggannya, yang merupakan aktivitas berikutnya dalam suatu proses. Pelanggan yang membayar terakhir adalah posisi yang terakhir dalam rantai tersebut.
·         Terakhir, perusahaan manufaktur yang mencapai status kelas-dunia  melakukan hal tersebut dengan mengikuti filosofi manufaktur ramping (lean manufacturing). Hal ini berarti melakukan lebih banyak dengan upaya yang lebih sedikit (efisien), menghilangkan pemborosan, dan mengurangi waktu siklus produksi.

Bagian berikut menelaah prinsip-prinsip manufaktur ramping (lean manufacturing). Sisanya adalah menelaah teknik-teknik, teknologi, prosedur akuntansi, dan sistem informasi yang memungkinkan hal tersebut.
Prinsip-prinsip lean manufacturing

Lean manufacturing berevolusi dari Toyota Production System (TPS), yang berdasarkan model produksi just-in-time (tepat-waktu). Pendekatan proses manufaktur ini berlawanan dengan proses manufaktur tradisional yang biasanya berdasarkan level inventori bahan baku yang tinggi, kapasitas produksi yang besar, pemborosan dan ketidak-efisiensian proses. Tujuan dari lean production adalah untuk mencapai efisiensi dan keefektifan yang semakin baik di semua hal, termasuk desain produk, interaksi dengan supplier, pengerjaan di pabrik, manajemen pegawai, dan hubungan dengan pelanggan. Lean berarti mendapatkan produk yang tepat di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan kuantitas yang tepat, dan secara bersamaan meminimalkan pemborosan dan menjaga supaya tetap flexible. Bagian terbesar dari kunci kesuksesan terletak pada pemahaman para karyawan dan penyatuan dengan prinsip-prinsip lean manufacturing. Memang, aspek-aspek kultural dari filosofi ini sama pentingnya dengan mesin-mesin, metodologi yang diterapkan. Prinsip-prinsip berikut adalak ciri dari lean manufacturing.

Pull processing. Produk dihasilkan berdasarkan kebutuhan konsumen, bukan didorong karena jumlah pasokan dalam produksi. Dalam pendekatan lean, inventori datang dari vendor dalam jumlah yang kecil dan bisa beberapa kali dalam sehari, supaya benar-benar tepat waktu ketika masuk proses produksi. Tidak seperti dalam proses tradisional, lean tidak membuat tumpukan inventori barang-barang setengah jadi yang mengakibatkan bottlenecks/kemacetan.

Perfect quality (kualitas yang sempurna). Keberhasilan model pull processing memerlukan kesempurnaan mulai dari bahan baku, work-in-process, dan inventori barang jadi. Kualitas yang buruk mengakibatkan biaya yang sangat mahal bagi perusahaan. Pertimbangkan akan biaya sisa produksi, pengerjaan ulang, penundaan penjadwalan, inventori ekstra untuk mengganti bagian-bagian yang rusak, klaim garansi, dan layanan di lapangan. Dalam lingkungan proses manufaktur tradisional, biaya-biaya tersebut  disajikan antara 25 hingga 35 persen dari total biaya produksi. Dengan begitu, kualitas adalah dasar utama bagia perusahaan-perusahaan kelas-dunia untuk berkompetisi. Kualitas sudah berhenti menjadi kompensasi atas harga. Konsumen menuntut kualitas dan mencari produk berkualitas dengan harga terendah.

Waste minimization (pengurangan pemborosan). Semua aktivitas yang tidak menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang langka harus dihilangkan. Pemborosan meliputi aspek-aspek keuangan, pegawai, inventori, dan aset-aset tetap. Berikut adalah contoh-contoh berbagai macam pemborosan dalam lingkungan tradisional yang akan diminimalkan oleh lean manufacturing.
  • Overproduksi, yaitu menghasilkan jumlah produksi melebih dari yang diperlukan dan/atau memproduksi lebih cepat daripada yang diperlukan.
  • Pengangkutan barang-barang lebih jauh daripada yang minimal diperlukan
  • Bottlenecks/kemacetan barang-barang yang menunggu untuk dipindahkan ke tahap produksi berikutnya.
  • Karyawan yang menganggur menunggu bekerja karena adanya bottlenecks dalam produksi.
  • Pergerakan karyawan yang tidak efisien karena harus berjalan lebih dari yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas-tugas.
  • Kepingan-kepingan teknologi yang disebabkan karena berbagai macam proses yang berdiri sendiri yang tidak terkait dengan proses-proses dari hulu maupun yang ke hilir.
  • Kerusakan produksi yang memerlukan usaha untuk inspeksi dan/atau perbaikan yang seharusnya tidak perlu.
  • Bahaya dan resiko terhadap keselamatan kerja yang menyebabkan kecelakaan dan jam kerja yang hilang dan biaya-biaya yang terkait (pengobatan, rumah sakit, dsb).
Inventory reduction (pengurangan inventori). Ciri dari perusahaan lean manufacturing adalah kesuksesannya dalam pengurangan inventori. Perusahaan yang seperti itu akan mengalami turnover inventori tahunan 100 kali per tahun. Sementara perusahaan lain mengadakan inventori mingguan atau bahkan bulanan, perusahaan lean manufacturing hanya memiliki beberapa hari atau bahkan hanya beberapa jam saja inventori yang tersedia. Tiga masalah umum berikut ini menjelaskan mengapa pengurangan inventori begitu penting.
  1. Inventori berarti biaya atau uang. Hal tersebut adalah suatu investasi dalam bentuk bahan baku, pekerja, dan overhead (ongkos-ongkos tambahan) yang tidak dapat direalisasikan hingga terjual. Inventori juga berarti biaya tersembunyi. Karena harus dipindah-pindahkan dalam pabrik. Harus diurus, disimpan, dan dihitung. Selain itu, inventori juga kehilangan nilai karena menjadi usang.
  2. Inventori juga menyamarkan beberapa masalah produksi. Bottlenecks dan ketidakseimbangan kapasitas dalam proses manufaktur menyebabkan inventori yang sedang dalam proses menjadi titik-titik kemacetan. Inventori juga menyebabkan order para pelanggan dan produksi tidak sinkron.
  3. Kesediaan dalam menjaga inventori bisa menyebabkan overproduksi. Karena berbagai batasan biaya, perusahaan cenderung untuk menghasilkan inventori dalam jumlah besar untuk memanfaatkan alokasi biaya dan menciptakan image efisiensi. Biaya yang sebenarnya dari aktivitas yang tak terlalu bermanfaat ini tersembunyi dalam inventori yang berlebih.
Production flexibility (fleksibiltas produksi). Prosedur setup mesin yang lama akan menyebabkan penundaan dalam produksi dan mendorong overproduksi. Perusahaan yang ‘lean’ berusaha untuk mengurangi waktu untuk setup mesin hingga minimum, sehingga memungkinkan produksi produk yang lebih beragam dengan lebih cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada jumlah produksi yang lebih rendah.

Established supplier relations (menciptakan hubungan dengan supplier). Perusahaan yang lean manufacturing harus menciptakan hubungan yang koperatif dengan vendor. Pengiriman yang terlambat, bahan baku yang rusak, atau order yang salah akan menghentikan proses produksi karena model produksi ini tidak membolehkan adanya cadangan inventori.

Team attitude (sikap dalam tim). Lean manufacturing sangat bergantung dengan sikap tim dan semua karyawan yang terlibat dalam proses. Hal ini meliputi semua orang di bagian pembelian, penerimaan barang, proses manufaktur, pengiriman – semua orang. Semua karyawan harus waspada terhadap berbagai masalah yang mengancam aliran proses pengerjaan dalam satu lini produksi. Lean manufacturing memerlukan quality control yang konstan beserta kewenangan mengambil tindakan yang cepat. Ketika Toyota pertama kali memperkenalkan TPS, karyawan bagian produksi memiliki kewenangan untuk menghentikan proses ketika menemukan sesuatu yang cacat/rusak. Pada hari-hari pertama produksi seringkali dihentikan untuk memberi perhatian pada masalah. Apakah disebabkan oleh bagian yang rusak dari vendor atau disebabkan oleh mesin rusak, masalah harus ditangani dengan benar sehingga tidak terjadi lagi. Setelah periode penyesuaian, proses akhirnya menjadi stabil.


Link-link terkait:
Seri (1): Siklus Konversi
Seri (2): Siklus Konversi - Lingkungan manufaktur tradisional
Seri (3): Siklus Konversi - Aktivitas-aktivitas dalam batch production
Seri (4): Siklus Konversi - Aktivitas-aktivitas dalam akuntansi biaya
Seri (5): Siklus Konversi - Pengendalian-pengendalian dalam lingkungan tradisional
Seri (6): Siklus Konversi - Perusahaan kelas dunia dan manufaktur ramping (lean manufacturing)
Seri (7): Siklus Konversi - Berbagai macam teknik dan teknologi yang digunakan dalam lean manufacturing
Seri (8): Siklus Konversi - Akuntansi dalam lingkungan manufaktur ramping (lean manufacturing)
Seri (9): Siklus Konversi - Pembiayaan berbasis aktivitas (activity-based costing - ABC)
Seri (10): Siklus Konversi - Akuntansi aliran nilai (Value Stream Accounting)
Seri (11): Siklus Konversi - Sistem informasi yang menunjang manufaktur ramping
Seri (12): Siklus Konversi - Kesimpulan

No comments:

Post a Comment